YOGYAKARTA-Syarat seseorang menjadi mediator sebuah kasus atau konflik adalah netral. Ia harus mengesampingkan berbagai kepentingan yang dimilikinya dan lebih mengedepankan kepentingan bersama untuk mencapai perdamaian. Hal ini ditegaskan oleh Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada acara seminar dan rembug nasional mediator bertajuk ‘Peace within Conflict Solution’ di Grha Saba Pramana (GSP) UGM, Kamis (13/12). Acara diadakan oleh Pusat Mediasi Indonesia, Sekolah Pascasarjana UGM.
“Mediator harus netral. Kalau tidak netral sulit mendamaikan sebuah konflik,â€tegas Jusuf Kalla.
Selain netral, seorang mediator juga harus paham dengan persoalan yang dihadapi, independen dan bernyali besar.Sikap inilah yang telah diterapkan oleh JK selama menjadi mediator beberapa konflik di tanah air, seperti konflik Poso, Aceh, dan Ambon.
JK menyebutkan konflik yang terjadi selama ini terdiri dari dua jenis konflik, yaitu konflik antar masyarakat dan konflik masyarakat dengan negara. Dalam perjalanan sejarah pemerintahan, kata JK, tercatat 15 konflik besar telah terjadi. Dari sejumlah itu 10 diantaranya terjadi karena faktor ketidakadilan.
“Dari berbagai konflik yang terjadi itu kurang lebih hanya 4 yang diselesaikan dengan perdamaian. Sisanya melalui perang seperti kasus DI/TII, RMS dll,â€tegasnya.
Sementara itu pembicara lainnya, Ketua Umum Eka Tjipta Foundation (ETF), G. Sulistiyanto mengatakan mediasi merupakan solusi alternatif dalam penyelesaian kasus yang melibatkan individu maupun kelompok. Mediasi juga merupakan salah satu solusi konflik industrial yang sesuai dengan ketentuan pemerintah.
“Sifat mediasi cepat, ekonomis dan fleksibel, sehingga pihak yang berperkara akan menghemat waktu dan biaya,â€kata Sulistiyanto.
Ia menjelaskan penanganan konflik-konflik bisnis juga cukup efektif diselesaikan dengan jalur mediasi. Dalam kesempatan tersebut Sulistiyanto mencontohkan konflik yang melibatkan produsen Kacang Garuda dengan Kacang Dua Kelinci yang berhasil dimediasi melalui ETF.
Menurut Sulistiyanto, hingga kini ETF bermitra dengan Badan Mediasi Indonesia (BaMI) telah menggelar pelatihan mediasi hingga 10 angkatan dengan lulusan sebanyak 351 orang mediator. Pelatihan melibatkan peserta dari perusahaan bisnis, kepolisian, kehakiman, kejaksaan serta lembaga pemerintah seperti BPKP.
“Mediasi adalah salah satu pilihan solusi karena selain sesuai regulasi, juga sejalan dengan konstruksi budaya yang mengedepankan musyawarah,â€pungkas Sulistiyanto (Humas UGM/Satria AN)