YOGYAKARTA – Indonesia diharapkan bisa memainkan peran penting dalam dalam menyongsong pergeseran pertumbuhan perekonomian dunia yang mengarah ke kawasan Asia. Kendati demikian, pemangku kepentingan harus memainkan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif namun mengedepankan kepentingan nasional dan menolak tekanan dari negara adikuasa.
Demikian yang mengemuka dalam Seminar nasional ‘Indonesia dalam Percaturan Global Menyongsong Pergeseran Peradaban Dunia’, Jumat (14/12) di gedung Grha Sabha Pramana. Seminar ini digelar dalam rangka pelaksanaan sidang pleno Kagama. Ikut hadir menyampaikan pemikirannya, Ketua Umum Kagama, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto.
Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., M.Sc., saat didaulat membuka seminar mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi pakar ekonomi dunia akan masuk dalam jajaran sepuluh besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Namun demikian, kondisi ekonomi yang tumbuh baik tersebut harus memberikan dampak peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat kecil serta menambah pencipataan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja. “Apa artinya (ekonomi) besar kalo akses masyarakat kecil, kita menjadi pekerja dan buruh di negara sendiri tanpa bisa mengontrol.†katanya.
Kondisi krisis finansial yang kini tengah dihadapi Negara-negara Eropa dan Amerika saat ini telah menjadikan peradaban politik dan ekonomi mengarah ke timur. Tapi menurut Sri Sultan, Amerika Serikat berusaha meredam kebangkitan ekonomi belahan dunia timur dengan menggandeng beberapa negara kawasan Asia tenggara untuk menghentikan laju pertumbuhan ekonomi China.
Bila sebelumnya Amerika Serikat bisa menguasai perekonomian dunia dengan menguasai sumber minyak di timur tengah. Amerika berhasil menguasai lebih 90 persen sumber minyak timur tengah, sehingga mampu mengontrol 40 persen perdagangan minyak dunia. Kini kebijakan politik luar negeri Amerika mulai berubah dengan mengalihkan perdagangan dan penguasaan sumber daya alam ke kawasan Asia tenggara, dengan harapan untuk membendung ekspansi China. “Amerika telah menempatkan pangkalan militer di beberapa negara Asia Tenggara dan mendukung terbentuknya asean security dan community tahun 2015,†katanya.
Sri sultan menuturkan kebijakan geopolitik dan geostrategik yang dilakukan Amerika Serikat bisa mengancam kedaulatan RI. Pasalnya kekuatan militer Indonesia yang masih lemah dalam mengamankan titik-titik penting kawasan jalur perdagangan maritim serta lemahnya diplomasi politik luar negeri yang menjalankan kepentingan nasional.
Slamet Soebijanto, menuturkan pengawasan militer angkatan laut terhadap 35 titik rawan di laut memang masih minim. Untuk mengawasi wilayah laut seluas itu hanya diberi jatah bahan bakar sekitar 700 ton selama setahun. Hanya 3 kapal yang dikerahkan setiap harinya mengamankan wilayah maritim. Bila pengawasan dilakukan setiap hari maka bahan bakar tersebut hanya cukup menjaga laut untuk 35 hari. “Kapal hanya bisa efektif bekerja selama 3 hari. Berarti dalam sebulan, kapal luar bisa mencuri keyaan laut kita selama 28 hari,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)