Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada dan Toyota Motor Manufacturing Indonesia menjalin kerja sama riset tentang Best Energy Mix for Transportation di Indonesia. Kerjasama riset ini ditandatangani oleh Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof. Dr. Ir. Panut Mulyono, M.Eng. dan Yui Hastoro, Technical Director Toyota Motor Manufacturing Indonesia, di Ruang Sidang KPFT UGM, Selasa (8/1).
Kerjasama ini fokus pada pengembangan bauran energi baik energi fosil, energi baru dan terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan energi di bidang transportasi dan menekan efek negatif akibat pemakaian energi fosil selama ini. Berbagai efek negatif telah dirasakan masyarakat atas penggunaan energi fosil, di antaranya kerusakan lingkungan, pemanasan global, kondisi panas dan dingin yang ekstrim.
“Terima kasih atas kepercayaan pada FT UGM untuk studi ini, kita bergembira dengan pekerjaan ini, apa yang akan dikerjakan oleh FT UGM diharapkan dapat mengurangi laju penggunaan energi fosil dengan mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan energi nantinya,†ungkap Panut Mulyono.
Menurut Dekan FT UGM, sektor transportasi selama ini banyak menghabiskan energi. Untuk itu perlu mengembangkan energi substitusi berupa energi baru dan terbarukan seperti biogas, biodiesel, bioetanol dan lain-lain. “Indonesia mempunyai banyak sumber energi baru dan terbarukan. Namun sayang sampai saat ini, produksi energi-energi tersebut belum bisa bersaing di pasaran karena masih kalah dengan harga energi fosil yang lebih murah karena adanya subsidi dari pemerintah,â€katanya.
Sesuai Perpres No. 5 tahun 2006, Indonesia memiliki rencana penggunaan energi baru dan terbarukan sebesar 17 persen pada tahun 2025. Sementara, hingga saat ini baru sekitar 6 persen saja porsi penggunaan energi baru dan terbarukan di bauran energi nasional.
“Target di tahun 2025 dari keseluruhan kebutuhan energi dipenuhi dari energi alternatif biofuel 5 persen, biomassa, angin, nuklir, dan solar 5 persen, geothermal 5%, dan pencairan batubara 2 persen. Semua sumber energi tersebut kita miliki, hanya saja produk energi per kilo watt-nya masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga energi fosil. Tentu hal ini menjadi tantangan bagi kita bagaimana agar biaya pembangkitan energi baru dan terbarukan menjadi lebih murah,†sambungnya.
Technical Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN), Yui Hastoro mengakui sektor transportasi menjadi sektor yang paling banyak mengkonsumsi bahan bakar. Penggambaran bisa diambil dari penjualan mobil di Indonesia yang mencapai 1,1 juta unit di tahun 2012.
“Hampir 88 persen energi habis di sektor transportasi. Toyota sendiri berhasil mencapai angka penjualan 400-an ribu, sehingga bisa dibayangkan banyak energi hanya untuk transportasi,†papar Yui Hastoro.
Untuk itu, katanya, kolaborasi riset energi masa depan menjadi penting dilakukan. Dengan landasan penelitian yang dihasilkan tersebut, Toyota berharap mampu memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan. “Tentu saja kita akan membuat produk-produk dengan penyesuaian pemanfaatan sumber energi,†imbuhnya.
Vice President for Strategic Planning PT. Pertamina, Gigih Prakoso menyatakan guna persiapan tahun 2025, PT. Pertamina telah membuat pengembangan energi alternatif untuk transportasi. Berbagai produk yang dikembangkan di antaranya biofuel, bioetanol, dan terakhir etanol sintetik yang bersumber dari batu bara. “Kita berusaha bagaimana membuat produk-prouk semacam itu jauh lebih murah dari sekarang ini,†paparnya. (Humas UGM/ Agung)