Krisis Suriah sangat membutuhkan bantuan komunitas humaniter internasional. Sayang langkah tersebut tak mungkin bisa segera dilakukan saat aksi kekerasan masih saja terus terjadi.
Pemerintah Suriah di bawah kepemimpinan Presiden Bashar al-Assad masih mendapatkan dukungan kuat dari militer. Sementara hadirnya kelompok oposisi dan gerilyawan belum memiliki kepemimpinan yang kuat untuk membawa isu perdamaian di Suriah.
Dr Thahir Shad, Associate Professor of Political Science and International Studies, Faculty Advisor Washington College menegaskan hal tersebut saat Diskusi Bulanan di Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian bertema “Syrian Tragedy: Why International Community Doesn’t Seem To Be Working†di Kampus UGM, Rabu (9/1).
“Saat ini minim tekanan internasional ke Suriah, realitasnya Presiden Assad berkuasa dan militer beri dukungan itu yang membuat dirinya lebih percaya diri, kegiatan humanitarian juga tak bisa berjalan dengan baik di sana,†kata Dr Tahir Shad dalam diskusi yang dipandu oleh Prof Mochtar Mas’oed, Kepala PSKP UGM.
Dijelaskan krisis keamanan di Suriah bermula dari adanya ekspresi pelajar di negeri itu yang menuliskan coretan di tembok atau grafity untuk kebebasan dan demokrasi. Tuntutan pada pemerintah atau rezim tersebut terus berkembang dan tanggapan atas tulisan-tulisan tersebut cukup keras.
“Muncul demonstrasi soal kebebasan dan tuntutan demokrasi. Namun respon rezim terlalu keras dan memunculkan demonstrasi yang lebih besar,†kata Tahir.
Negara Suriah dengan penduduk 24 juta dan mayoritas penduduknuya Suni itu bergolak setelah sikap keras ditunjukan oleh rezim yang berkuasa. Pemerintah yang berkuasa sendiri berasal dari golongan Alawy-beraliran Syiah. Isu konflik beralih ke masalah sektarian yaitu Suni-Syiah.
Aksi nyata menuju damai sangat diperlukan, namun untuk konteks Suriah aktifitas masyarakat sipil belum cukup kuat memberikan tekanan karena adanya kekuatan militer/bersenjata yang hadir.
“Mirip seperti yang terjadi di Bosnia, ada penembak jitu yang akan menembak siapa saja yang melakukan aksi demonstrasi di jalan. Menuju damai di Suriah, butuh aksi nyata komunitas internasional. Kita tak bisa berharap pada oposisi , karena tidak ada kepemimpinan yang cukup kuat di sana. Harus ada tekanan internasional untuk perdamaian di Suriah, caranya dengan melakukan karantina masalah,†katanya.
Prof Dr Mochtar Mas’oed, Kepala PSKP UGM menyatakan terkait dengan krisis keamanan di Suriah hingga kini pemerintah Indonesia memang belum bersikap. Hal ini bisa dipahami dengan kebijakan politik luar negeri yang diterapkan selama ini.
“Memang sebagai sesama negara dengan mayoritas penduduk muslim bisa muncul solidaritas untuk Suriah, hanya saja sikap resmi Indonesia tidak jelas. Kita sebenarnya prihatin juga kalau tak ada jalan damai di sana,†kata Mochtar.
Kata Mochtar Mas’oed, Presiden Bashar al-Assad masih mendapat dukungan militer di satu pihak, di sisi lain ada tuntutan agar segera mundur untuk mengakhiri krisis damai di Suriah. Meski begitu, ada kekhawatiran sejumlah pihak soal nasib Suriah jika muncul pemimpin yang baru.
“Sekarang masalah krisis Suriah beralih ke isu geopolitik. Ada keraguan bagaimana kalau pemerintahan al Assad jatuh apakah penggantinya bisa lebih baik, bagaimana kalau lebih berbahaya?†kata Mochtar. (Humas UGM/ Agung)