Sebagai sebuah refleksi dari kekuatan normatif Uni Eropa, Partnership and Cooperation Agreement (PCA) antara Uni Eropa dan Indonesia tidak hanya memberikan keuntungan bagi Uni Eropa dan Indonesia dalam kaitannya dengan hubungan kedua belah pihak, melainkan memiliki implikasi yang lebih jauh dalam kaitannya dengan peran Uni Eropa dan Indonesia dalam hubungan internasional saat ini.
Keduanya adalah kekuatan dunia yang berusaha memainkan peran yang lebih aktif melalui kapasitas mereka sebagai negara yang mendukung ide-ide dan prinsip-prinsip universal dalam hubungan internasional seperti penghargaan seperti penghargaan terhadap HAM, demokrasi serta good governance.
“PCA antara kedua belah pihak bisa memperkuat posisi dan peran kepemimpinan mereka dalam hubungan internasional yang berbasiskan kekuatan normatif,†hal ini dikemukakan oleh pengamat hubungan internasional Fisipol UGM, Muhadi Sugiono, pada Focus Group Discussion “Partnership and Cooperation Agreement (PCA) Opportunities and Challenges†di R. Seminar Timur FISIPOL UGM, Rabu (23/1).
Pada kesempatan itu hadir pula Dian Triansyah Djani (Dirjen Amerop Kementerian Luar Negeri RI), dan H.E. Julian Wilson (Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei, dan ASEAN).
Lebih lanjut Muhadi mengatakan di luar kerangka ideasional, tidak dapat dipungkiri PCA antara Uni Eropa dan Indonesia menyangkut juga aspek-aspek yang lebih berkaitan dengan pengembangan kerjasama dalam aspek-aspek yang lebih bersifat material seperti kerjasama ekonomi.
“Peningkatan ekonomi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi kedua belah pihak yang mungkin dikembangkan melalui kerangka PCA ini,â€katanya.
Menyelaraskan atau setidaknya mengurangi benturan antara kepentingan jangka pendek (seperti misalnya kebutuhan untuk meningkatkan ekonomi) dengan kepentingan jangka yang lebih panjang untuk membangun dan memperkuat norma-norma universal, merupakan tantangan yang akan dihadapi oleh kedua belah pihak.
Dalam pandangan Muhadi kegagalan dalam menyeleraskan kedua kepentingan tersebut dengan menekankan pada kepentingan yang lebih berjangka pendek jelas akan mereduksi esensi dan makna PCA ke dalam kerjasama yang bersifat instrumental, yakni untuk kepentingan yang lebih bersifat material, dan bukan kerjasama antara dua kekuatan normatif yang akan membawa dunia ke arah yang lebih baik dan menjanjikan bagi manusia.
“Yang harus dilakukan adalah menyelaraskan antara kepentingan jangka pendek dengan jangka panjang,â€urai Muhadi.
Hubungan bilateral antara Indonesia dan Uni Eropa melalui PCA ini telah ditandatangani pada Bulan November 2009. Seperti halnya semua PCA antara Uni Eropa dengan negara-negara lain, PCA antara Uni Eropa dan Indonesia juga didasarkan pada kepentingan bersama untuk meningkatkan kerjasama dalam berbagai sektor.
FGD ini melibatkan pemerintah, pemangku kepentingan, akademisi, dan mahasiswa untuk membahas kesempatan dan tantangan PCA secara menyeluruh. Program European Studies di UGM akan menyajikan hasil penelitian PCA tersebut untuk memberikan kerangka akademik dalam FGD tersebut (Humas UGM/Satria AN)