Fakultas Teknik UGM berupaya mengembangkan pengelolaan sampah dalam kampus. Hal tersebut ditujukan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat sampah yang tidak tertangani dengan baik.
“ FT melalui waste refinery center bekerjasama dengan University of Boras, Swedia sedang melakukan penelitian dan pengelolaan sampah yang mengadopsi sistem yang dilakukan di salah satu pusat pengelolaan limbah di Sobacken, Sedia,†papar Dekan FT UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Jum’at (25/1) di FT UGM.
Panut menyebutkan model pengelolaan sampah yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan sistem lain yang sudah banyak dijalankan yaitu dengan melakukan pemilahan terhadap sampah menurut sumbernya. Juga dengan melakukanpembuangan di depo sampah.
“ Secara sistem memang tidak berbeda dengan sistem yang sudah banyak berjalan. Hanya saja, pengelolaan sampah yang dilakukan dilakukan secara terpadu yang melibatkan peran aktif dari seluruh stakeholder di Fakultas Teknik,†ujarnya.
Disampaikan Panut kegiatan pengelolaan sampah yang telah dilakukan adalah dengan melakukan pemilahan sampah menjadi empat macam yakni sampah organik, sampah plastik, kaca, dan logam, sampah kertas, dan sampah lain-lain. Kemudian pengumpulan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan di semua titik tempat sampah jurusan dalam keadaan terpilah. Selanjutnya sampah yang sudah terkumpul diangkut menuju tempat sampah besar di setiap jurusan yang kemudian akan di bawa ke depo atau mini sobaken area.
“ Untuk sampah organik akan kami kirimke KP4 atau dibuat kompos. Sedangkan untuk sampah plastik, gelas, logam, dan kertas kita bekerjasama dengan pemulung untuk dibawa ke tempat daur ulang. Sementara sampah lainnya diserahkan ke tempat pembuangan akhir (TPA),†papar Panut.
Panut berharap dengan pengelolaan sampah sendiri di dalam kampus nantinya Fakultas Teknik tidak lagi membuang sampah ke luar kampus. Sehingga mengurangi beban yang ditanggung oleh TPA-TPA di wilayah Yogyakarta yang semakin lama tidak akan mampu lagi menampung berton-ton sampah yang dihasilkan masyarakat Yogyakarta. “Harapannya kedepan FT UGM bisa menjadi contoh dalam pengelolaan sampah dan menjadi area zero waste,†katanya.
Mengenai pengelolaan sampah ini, Panut melihat bahwa masyarakat telah menunjukkan kesadaran untuk melakukan pemilahan sampah dari sumbernya. Hanya saja yang menjadi persoalan ketika sampah diangkut menuju TPA menjadi tercampur kembali satu sama lain. “Kedepan perlu dipikirkan lagi bagaimana agar sampah tidak saling tercampur saat diangkut ke TPA. Misalnya dijadwal dalam pengambilannya seperti yang telah dilakuakn di Jepang ,†tuturnya.
Panut menyampaikan di Jepang terdapat jadwal pasti dalam pengambilan sampah sesuai dengan sumber sampahnya. Semisal sampah organik akan diambil hari Senin, sedangkan sampah kertas hari Selasa. Sementara sampah lainnya baru akan diambil di hari berikutnya. “ Sebenarnya kita bisa mencontoh pengelolaan sampah yang berhasil di lakukan oleh negara lain. Tapi memang tidak bisa dipungkiri meskipun tinggal mencotoh yang sudah ada itu juga tidak gampang karena budayanya berbeda,†terangnya.
Sementara Dr. Kamra Rousta,peneliti University of Boras, Swedia menyampaikan pengalaman masyarakat Swedia dalam pengelolaan sampah. Untuk menghindari tercampurnya kembali sampah organik dengan non-organik masyarakat disana melakukannya dengan cara yang cukup sederhana. “Kami pakai dua kantong plastik untuk menampung sampah rumah tangga. Warna hitam untuk sampah organik dan putih untuk jenis sampah lainnya sehingga saat ditampung di tempat pembuangan akhir memudahkan untuk menyatukan masing-masing jenis sampah,” urainya. (Humas UGM/Ika)