Prof.Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc mengaudit dan memberikan sertifikat halal perusahaan makanan dan kosmetik atas nama MUI sejak 2001.
Tak banyak yang tahu mungkin, salah satu anggota Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) DIY milik Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah dosen UGM. Dia adalah Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc., pakar ilmu kimia pangan dan hasil pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Laki-laki yang menyelesaikan S2 dan S3-nya di Tokyo University of Agriculture ini telah bekerja di LPPOM DIY sebagai Wakil 1 Direktur Bidang Sertifikasi Halal sejak tahun 2001 dan direncanakan akan usai pada tahun 2010 nanti.
Selain dari UGM, di LPPOM DIY juga terdapat pengurus yang berasal dari universitas lain, seperti UIN dan UNY. Menurut Pak Umar, orang-orang tersebut yang dipilih karena memang disesuaikan dengan SDM yang dibutuhkan dan tentu saja masing-masing memiliki kredibilitas tinggi. “Saya tidak tahu kenapa kok saya yang dipilih. Ini kan amanah, mungkin karena relevansi bidang, MUI mau mengeluarkan sertifikat halal tapi mungkin background SDM-nya tidak sesuai,” ujarnya.
Pak Umar menceritakan pekerjaannya di LPPOM DIY adalah melakukan audit dan memberikan sertifikat halal kepada perusahaan makanan dan kosmetik. Proses pendaftaran perusahaan hingga dikeluarkannya sertifikat halal memakan waktu sekitar 1 hingaa 1,5 bulan. Para pengurus LPPOM DIY menerjunkan dua orang auditor untuk melakukan verifikasi bahan dasar makanan atau kosmetik suatu perusahaan. Setelah dilakukan pemeriksaan selama satu minggu, auditor melaporkannya pada LPPOM DIY. Hasilnya dibahas dalam sidang internal LPPOM DIY untuk menentukan halal-tidaknya produk perusahaan tersebut
Bila LPPOM DIY menyatakan sebuah produk makanan atau kosmetik tidak halal, maka perusahaan produsen diminta untuk memperbaikinya. Hasil perbaikan diaudit dan dilaporkan lagi. Jika terbukti halal, maka LPPOM DIY segera mengajukan hasil tersebut kepada MUI. Di sini, Komisi Fatwa MUI membahasnya lagi dalam sebuah sidang. Kalau ternyata konfirmasinya positif, maka MUI mengeluarkan sertifikat halal bagi perusahaan yang telah diperiksa. Sertifikat itu ditandatangani oleh Direktur LPPOM MUI, Ketua Komisi Fatwa, dan Ketua MUI.
Selama hampir delapan tahun berdiri, LPPOM DIY telah mengeluarkan sebanyak 650 sertifikat halal kepada berbagai perusahaan makanan dan kosmetik. Tetapi saat ini, menurut Pak Umar, hanya sekitar 250 sertifikat yang masih aktif. ”Ini dikarenakan masa berlaku sertifikat hanya sepanjang dua tahun. Setelah itu perusahaan harus memperpanjang lagi,” tambah Pak Umar.
Soal biaya, Pak Umar menjelaskan lembaganya merupakan lembaga yang melayani dan mengabdi, bukan profit oriented. “Kami menggunakan sistem subsidi silang, perusahaan membayar sesuai kemampuannya karena bagaimanapun juga LPPOM membutuhkan biaya operasional sehingga tidak mungkin juga kalau diberlakukan bebas biaya,” ungkap laki-laki kelahiran Magelang ini.
Ketika ditanya soal suka-duka selama bekerja di LPPOM, Pak. Umar mengaku tak ada suka-duka khusus yang dirasakan. “Saya kan niatnya mengamalkan ilmu yang diberikan Tuhan, sesuai anjuran Islam. Saya juga sambil belajar terus, karena niat saya memang untuk belajar dan mengabdi,” tutur Pak. Umar.
Sedangkan kisah dukanya, Prof. Umar mengungkapkan bukan duka yang dia rasakan melainkan lebih kepada tantangan. “Tantangannya misal waktu sidang LPPOM, memutuskan halal atau tidaknya suatu produk. Pengurusnya kan banyak. Ini juga menyangkut soal keyakinan, tentu saja sering sekali terjadi perdebatan panjang yang rumit,” tukasnya.
Pak Umar berharap setiap perusahaan hendaknya terlebih dulu sudah memiliki niat baik untuk menghalalkan produknya, “Niat kita sudah baik, seharusnya dia juga. Ini sangat penting. Kalau dia tidak punya niat baik tujuan kita tentu saja juga tidak akan tercapai,” tandasnya.
Selanjutnya, LPPOM DIY berencana akan akan bekerja sama dengan UGM untuk menggunakan laboratorium yang ada. UGM sebagai kampus yang potensial akan menjadi salah satu rekan kerja LPPOM DIY. Selama ini, analisis produk memang belum sepenuhnya dengan pengujian ilmiah. Sebab, biayanya sangat besar. Hingga kini, LPPOM DIY masih mengutamakan pada manajemen penelusuran bahan sehingga hasil yang didapat lebih riil (Susan,Abrar).