Negara dan pasar saling memanfaatkan perumahan rakyat utk kepentingan masing-masing. Negara yang ingin menunjukkan legitimasi kekuasaan melalui program pro rakyat telah menciptkan konteks bagi pasar uang untuk bergerak di bidang perumahan rakyat. Sementara itu, kapital global yang memerlukan sumber baru untuk akumulasi kapital mendapat kesempatan utk menyerap kantong masyarakat kelas bawah melalui investasi ‘mortgage-based securities’ dari perumahan rakyat di pasar modal.
“Proses ini tidak selalu merugikan masyarakat di sektor formal yg memenuhi syarat perbankan karena memperluas hak mereka atas perumahan,â€papar Abidin Kusno dalam bedah buku karyanya yang berjudul Politik Ekonomi Perumahan Rakyat Utopia Jakarta di Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, Senin (28/1).
Abidin Kusno adalah staf pengajar di British Columbia, Vancouver, Canada. Bedah buku ini menghadirkan Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D. (UGM) dan Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch. Ph.D (UII) sebagai pengulas.
Menurut Abidin di era desentralisasi perumahan rakyat mau dilepaskan ke pangkuan pasar. Perumahan rakyat dikemas dan diinvestasikan ke pasar modal. Pergeseran terjadi pada posisi pasar lahan informal yang selama ini diandalkan utk menampung sebagian besar kebutuhan perumahan rakyat.
Ia menuturkan di era reformasi subsidi perumahan rakyat mengalami perubahan. Ia mengikuti IMF dan ADB yang tidak menyukai subsidi karena mengganggu mekanisme pasar.
“Pergeseran ini sejalan dengan desentralisasi yg mengharapkan negara utk tidak “menganggu†mekanisme pasar bebas dengan subsidi,â€kata Abidin dalam bukunya.
Lebih jauh Abidin mengatakan pergeseran subsidi ke investasi pada perumahan rakyat menyangkut pergeseran sistem kekuasaan di kala kekuatan politik dan ekonomi makin terlepas dari tangan negara. Negara masih berperan tapi hanya sebatas pada konteks pengaturan pasar, sementara pemerintah kota, bank dan pengembang diharapkan berupaya menjadi ujung tombak peningkatan supply dan demand perumahan rakyat sehingga bisa menjadi aset yg dijual di pasar modal.
“Upaya negara dan kota untuk mengemas perumahan rakyat supaya menjadi asset di pasar modal tidaklah mudah, karena supply dan demand tidak selalu terpenuhi,â€jelas Abidin yang juga sebagai Canada Research Chair in Asian Urbanism and Culture di British Columbia, Vancouver, Canada tersebut.
Terkait pendanaan, menurut Abidin pendanaan perumahan rakyat saat ini bukan lagi menjadi beban subsidi pemerintah, tapi akan menjadi bagian dari dunia investasi. Maka pada APBN, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi bagian dari pos investasi (bukan pos subsidi). Tapi karena kekuatan pasar uang menjadi panglima, maka keberhasilan skema FLPP tergantung pada marketability dari aset. Akibatnya, kebijakan perumahan rakyat tergantung pada perhitungan-perhitungan resiko investasi.
“Pada intinya FLPP tidak memperhatikan masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan yang hidup di sektor informal. FLPP tidak didesain untuk semua warga berpenghasilan rendah karena di dunia pasar modal tidak semua warga adalah aset,â€pungkasnya (Humas UGM/Satria AN)