Dalam perkembangan sejarah, secara khusus dari era pemerintahan kolonial Spanyol dan Amerika, agama mendapat citra negatif dari sejumlah kalangan di Filipina. Muncul sebuah wacana yang memandang agama hanya digunakan sebagai alat pengaman dan legitimasi oleh rezim otoriter dan represif. Wacana ini terus berkembang dan bertahan karena selama berabad-abad pemerintah kolonial menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi.
“Sebagai contoh adalah pemerintah Spanyol dan Amerika menggunakan agama sebagai alat pembenaran bagi imperialisme, penaklukan politik, dan eksploitasi,â€papar Jerson Benia Narciso pada ujian terbuka program doktor ICRS (Indonesian Consortium for Religious Studies) di Gedung PAU UGM, Selasa (29/1). Jerson yang berasal dari Filipina tersebut mempertahankan disertasinya yang berjudul Christianity and Islam in the Search for Peace in Southern Philippines.
Lebih jauh Jerson mengatakan sejak perkembangan agama Kristen di Filipina pada abad ke-16, agama kembali mendapat pencitraan negatif karena agama dilihat hanya untuk mempolarisasikan dan mempertajam perbedaan identitas keagamaan, khususnya di kalangan umat Kristen dan Muslim di Filipina Selatan. Relasi antara Kristen dan Muslim di Filipina Selatan digambarkan sebagai relasi yang “polemicâ€. Akibat lebih jauh, relasi Kristen dan Muslim berlangsung dalam relasi sebagai “saingan†dan “musuhâ€, bukan sebagai mitra yang dapat bekerjasama dalam menciptakan keadilan dan perdamaian.
Walaupun demikian, kata Jerson, sejumlah sektor, kelompok dan individu tetap mengungkapkan keyakinannya bahwa agama dapat menjadi kekuatan positif bagi terwujudnya transformasi dan perdamaian di Filipina Selatan.
“Masih ada kepercayaan bahwa dibalik perbedaan agama dan kebudayaan, umat Muslim dan Kristen di Filipina Selatan masih dapat berbagi nilai dan prinsip yang sama dan dapat bekerjasama demi terciptanya perdamaian dan masa depan yang cerah bagi Filipina Selatan,â€imbuhnya.
Namun demikian, sekalipun terjadi peningkatan kesadaran di berbagai sektor agama yang berbeda-beda mengenai peran penting agama dalam proses perdamaian, pertanyaan teologis serta budaya serta bagaimana agama seharusnya benar-benar berfungsi dalam proses perdamaian masih sangat ambigu. Hingga saat ini belum ada penelitian yang fokus pada terciptanya basis budaya, sosio-politik, teologis “konvergen†yang seharusnya menjadi jangkar bagi semua upaya dan inisiatif perdamaian. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji posibilitas relasi Kristen dan Islam dalam membangun peran positif dan menjembatani kesenjangan dan menyelesaikan konflik, khususnya di Filipina Selatan.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, penulis melakukan analisis dan studi mendalam pada akar konflik, kondisi sosial, budaya, politik dan ekonomi di Mindanao Filipina Selatan. Penilaian dan analisis fokus pada lima organisasi Kristen dan Islam yang dikenal luas di Filipina, yaitu: Dewan Uskup Katolik Filipina (CBCP), Dewan Nasional Gereja-Gereja di Filipina (NCCP), Dewan Filipina bagi Islam dan Demokrasi (PCID), Liga Ulama Filipina (ULP) dan Konferensi Uskup-Ulama (BUC). Jerson Benia Narciso merupakan lulusan kedua
prodi S3 ICRS (Humas UGM/Satria AN)