Pemerintah tidak serius sekaligus tidak memiliki konsep yang jelas terhadap pengelolaan swasembada pangan, khususnya kebijakan impor daging sapi. Kondisi tersebut diperparah lagi dari data masing-masing departemen (instansi) tentang populasi sapi yang berbeda-beda.
Hal ini mengemuka pada diskusi para pakar UGM tentang kedaulatan pangan yang fokus membicarakan kebijakan impor daging sapi, Rabu (13/2) sore di Fakultas Peternakan UGM. Para pakar yang hadir diantaranya berasal dari Fakultas Peternakan, Kedokteran Hewan, Teknologi Pertanian serta LPPM UGM.
Dosen Fakultas Peternakan UGM, Dr. Ir. Subur Priyono Sasmito Budhi menilai konsep yang tidak jelas dari pemerintah juga menyangkut masalah pembibitan. Pembibitan hewan ternak tidak lepas dari adanya lahan. Menurut Subur pemerintah seharusnya tidak hanya menyediakan lahan (tanah) marginal kepada peternak.
“Kalau hanya tanah marginal yang lainnya akan dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar,â€ungkap Subur.
Meskipun memiliki lahan yang terbatas, Subur berharap pemerintah tetap membina peternak rakyat. Ia yakin upaya swasembada menuju kemandirian ternak sapi tersebut akan banyak ditentang oleh negara yang selama ini menjadi tujuan impor Indonesia, seperti Australia.
“Tentu negara-negara itu seperti Australia tidak rela jika kita mandiri,â€imbuhnya.
Sementara itu dosen Fakultas Peternakan UGM lainnya, Ir. Gatot Murdjito, M.S. menilai data populasi sapi yang dimiliki beberapa departemen (instansi) berbeda, misalnya antara Departemen Pertanian, BPS dan pemerintah daerah. Gatot juga menyoroti perbedaan harga jual daging sapi di dalam negeri yang lebih mahal dibandingkan yang dijual di luar negeri.
“Soal data saja tidak valid. Makanya kampus harus turun tangan ikut berperan menyelesaikan persoalan ini,â€tegas Gatot.
Pakar teknologi pangan dan hasil pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Mary Astuti, M.S pada forum tersebut mengemukakan perlunya sinergi yang melibatkan perguruan tinggi dengan industri. Apalagi, terkait sapi banyak produk yang bisa dihasilkan disamping daging, seperti susu hingga pupuk.
“Perlu dicoba model kemitraan yang melibatkan kampus serta dunia industri,â€terang Mary.
Di sisi lain Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA mengatakan salah satu solusi mengatasi ‘simalakama’ daging sapi ini, yaitu pemerintah harus menemukan titik keseimbangan ideal antara suplai dan demand daging sapi. Beberapa langkah yang bisa ditempuh antara lain mengevaluasi dan menetapkan angka kuota impor sapi dan daging sapi setiap triwulan pada tahun berjalan dengan melibatkan para pihak terkait.
“Dalam jangka pendek perlu duduk bersama para stakeholders terkait perdagingan sapi (pengusaha, pedagang, peneliti-akademisi, peternak) untuk merumuskan dan menentukan kembali titik keseimbangan suplai dan demand daging sapi di dalam negeri dengan dilandasi semangat kejujuran dan keterbukaan,â€pungkas Ali (Humas UGM/Satria AN)