Tim Laboratorium Hijauan makanan Ternak dan Pastura sebagai salah satu laboratorium di Bagian Nutrisi Makanan Ternak (NMT) telah melakukan penelitian pemamfaatan lahan bekas erupsi sebagai lahan bagi tanaman pangan maupun lahan sumber hijauan makanan ternak (jagung, sorgum dan kacang tanah). Penelitian yang dilakukan beberapa waktu lalu menghasilkan rekomendasi bila lahan erupsi Merapi dapat dimanfaatan sebagaimana semula dengan penambahan pupuk organic dari kotoran ternak.
Tim peneliti antara lain Ir. Bambang Suhartanto, DEA, Prof. Dr. Joko Soetrisno, M.Sc, Dr Nafiatul Umami, S,Pt, MP dan Bambang Suwignyo, S.Pt, MP, PhD (koordinator).
Selain meneliti, Bagian Nutrisi Makanan Ternak melalui NMT SAHABAT LINGKUNGAN turut menghijaukan lahan yang terkena dampak erupsi Merapi bersama dengan masyarakat setempat. Penghijauan ditandai dengan pemberian bibit tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus) di wilayah Jambu, Kepuh Harjo, Cangkringan.
Pemberian bibit Nangka oleh bagian NMT bukan tanpa alasan. Nangka memiliki pertimbangan filosofis baik dalam konteks sosial sebagai masyarakat Yogyakarta maupun secara ilmiah bidang peternakan.
Menurut Bambang Suwignyo, Ph.D, Ketua Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak (NMT) Fakultas Peternakan UGM, kegiatan ini bagian dari jargon NMT SAHABAT HARMONI. Oleh karena itu hal-hal yang menjadi program dari bagian NMT diharapkan menjadi produk yang dapat mendukung dan menjaga harmoni dengan manusia maupun alam. “Pohon nangka kita pilih karena akan menghasilkan buah nangka (jack fruit) dimana jika telah diolah akan menjadi produk gudeg yang menjadi salah satu ikon kuliner bagi masyarakat Yogyakarta,†katanya di Fakultas peternakan UGM, Jum’at (15/2).
mengutip pernyataan salah satu pengusaha gudeg di wilayah Jogja, Bambang mengungkapkan bahwa kebutuhan Nangka setiap hari dapat mencapai 2,5 kuintal hingga 5-7 kuintal di saat musim liburan. Jika satu pengusaha membutuhkan 2,5 kuintal Nangka setiap hari, maka dibuthkan lebih banyak lagi Nangka untuk memenuhi kebutuhan seluruh pengusaha gudeg di Yogyakarta.
Selain dimanfaatkan buahnya, kata Bambang, pohon Nangka untuk bidang peternakan menjadi salah satu hijauan favorit untuk pakan ternak terutama ternak kambing. Terlebih dataran tinggi seperti Cangkringan, kata Bambang, sangat cocok secara klimat bagi pengembangan ternak kambing bahkan termasuk ternak kambing perah seperti Kambing PE. “Daun nangka mengandung tannin yang dapat berfungsi juga sebagai “obat cacing†bagi ternak,†papar Bambang.
Bambang menjelaskan, sebagai pakan ternak keberadaan tannin yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia dapat meningkatkan efisiensi kecernaan dalam rumen dan menurunkan emisi methan yang diproduksi oleh ruminansia, sehingga pada akhirnya mengurangi dampak pemanasan global, seperti gas rumah kaca. Karena itu, baik dalam keadaan hidup maupun telah dipotong sebagai pakan ternak, pohon nangka turut menyumbang bagi perbaikan kualitas lingkungan. Bambang suwignyo mengakui sesungguhnya masih banyak kelebihan yang dimiliki oleh pohon nangka, termasuk soal kualitas kayunya yang sangat baik. Sebagai bahan bangunan, biasanya kayu nangka digunakan sebagai soko guru (tiang penyangga utama) pada rumah joglo atau konstruksi pendopo jawa kuno. “Oleh karena itu pohon nangka menjadi salah satu pohon yang dekat dengan budaya masyarakat Jawa,†imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)