YOGYAKARTA – Sebanyak 7 mahasiswa yang berasal dari berbagai negara bagian di Amerika Serikat mengikuti dialog kebudayaan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM di Fakultas Filsafat UGM, Selasa (19/2). Mereka bertukar pengalaman, pengetahuan, dan pandangan tentang Indonesia dan Amerika dengan mahasiswa Universitas Gadjah Mada.
Salah satu mahasiswa Amerika, Andee, mengatakan bahwa sistem pendidikan di Amerika memiliki struktur yang sama dengan pendidikan di negara-negara lain. Bahkan dia menjelaskan tentang bagaimana perkembangan agama-agama di Amerika Serikat. “Agama di Amerika Serikat mengandung konsep dua hal yaitu religiusitas dan spiritualitas,†katanya.
Sedangkan Shelly mendiskusikan tentang imigrasi dan pariwisata. Saat ini, Amerika menjadi tujuan utama bagi para imigran untuk mendapatkan status kewarganegaraan dan pekerjaan. “Banyak orang dari negara lain mencari green card dengan alasan pekerjaan yang lebih baik kesetaraan hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi,†ujarnya.
Selain Andee dan Shelly, peserta dari mahasiswa Amerika Serikat adalah Markie, Emma, Jaciy, Alex, Monika, and Shelly. Sedangkan mahsiswa dari Indonesia adalah Monica, Afdhal, Ayunistya, Michael, Daru Indrajati, Evan, Hastangka dan Canggih.
Pada sesi mahasiswa Indonesia, mereka lebih banyak berdiskusi mengenai ragam kuliner nusantara, pendidikan, hingga budaya anak muda. Monica, misalnya membahas tentang bagaimana spirit dan perjuangan bangsa Indonesia dalam mencari nafkah. Monica mencontohkan seorang supir becak bisa menyekolahkan anaknya di fakkultas kedokteran UGM. Meskipun sebagai supir becak yang sederhana dan pendapatannya tidak terlalu besar. Ia sanggup menghidupi keluarga dan anak-anaknya sampai bisa meluluskan ke Perguruan Tinggi. “Inilah spirit bangsa Indonesia memaknai hidup dan perjuangan hidup,†katanya.
Ia juga mencontohkan tentang Ibu gendong yang selalu membawa barang-barang setiap paginya ke pasar. Meskipun usia senja ia tetap berjuang untuk membawakan barang dagangannya yang beratnya kira-kira 5-10 kg setiap pagi. “Jelang dini hari mereka bangun dan membawa barang-barang itu ke pasar,†katanya
Hastangka, selaku panitia penyelenggra diskusi It’s All About Indonesia and the US, mengatakan dialog budaya mahasiswa Amerika dan Indonesia ini menjadi ajang untuk berbagi pengalaman. Diskusi yang rutin diselenggarakan tiap tahun ini menjadi ruang dialektika eksistensi keberagaman dari kehidupan nyata para intelektual muda untuk saling mengenal lebih dekat suatu bangsa melalui dialog. (Humas UGM/Gusti Grehenson)