Untuk mencapai keadilan, manusia tidak hanya berkewajiban menata diri sendiri, namun juga wajib menata masyarakat dan negara yang diatur hukum. Hal tersebut harus dilakukan agar setiap hak dan kewajiban dapat dilaksanakan secara seimbang. Demikian disampaikan Drs. Arry MTH. Soekawathy, S.H., M.Hum., dalam ujian terbuka program doktor, Jum’at (22/2) di Fakultas Filsafat UGM.
Menurut staf pengajar pada Fakultas Filsafat UGM ini, di dalam mempertahankan pemikiran tentang konsep keadilan, setiap manusia harus mampu menjalankan hak dan kewajiban secara seimbang. Kemurnian hukum dapat berjalan sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan manusia atas dasar perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan masyarakat, perkembangan teknologi sesuai dengan kepribadian bangsa.
Dalam disertasi berjudul “Konsep Keadilan Menurut Hukum Murni Hans Kelsen dalam Relevansinya dengan Penegakan Hukum di Indonesia”, Arry mengatakan dalam memahami konsep keadilan menurut hukum murni Hans Kelsen hendaknya dipahami secara sempurna mulai dari pengertian, makna, definisi, serta ragam teori dalam kehidupan. “Jika menghendaki tercapainya keadilan atas dasar keseimbangan hak dan kewajiban penting didukung oleh berbagai teori tentang keadilan baik di zaman klasik sampai perkembangan teori keadilan dewasa ini,†urai pria kelahiran Solo, 8 April 1953 ini.
Disebutkan Arry, Kelsen berusaha menyajikan tema-tema menarik untuk dikaji di masa sekarang, karena hukum terjadi carut marut yang tidak terukur lagi. Kajian yang diungkapkan oleh doktrin hukum alam dipandang dari segi sudut ilmu pengetahuan membuka tabir teori hukum alam, menyingkap absolutisme dan relativisme dalam filsafat dan politik. Bahkan perimbangan nilai-nilai dalam ilmu hukum untuk menemukan titik cerah dan solusi.
Hans Kelsen meraih gelar doktor ilmu hukum di Universitas Wina (1906) di usia 25 tahun.Ia banyak menaruh minat pada bidang filsafat, sastra bahkan matematika dan ilmu alam.Di tahun 1919, Kelsen dipercaya merancang Konstitusi atau UUD baru Austria.Prinsip-prinsip dasar buah pikiran Kelsen dalam konstitusi tersebut belum tergantikan sampai sekarang. Satu pokok pikiran pentingnya, pembentukan Mahkamah Konstitusi yang baru dibentuk di Indonesia hampir 90 tahun kemudian. Kelsen menjadi hakim Konstitusi pada 1921. “Menurut Hans Kelsen, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir non yuridis seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan nilai-nilai etis. Pemikiran inilah yang dikenal dengan teori hukum murni (reine rechlehre). Jadi hukum adalah kategori keharusan (sollens kategorie) bukan kategori faktual (sains kategorie),” jelasnya. (Humas UGM/Ika)