YOGYAKARTA – Indonesia memiliki hampir 750 bahasa dearah. Keberagaman bahasa daerah tersebut menandaskan bahwa Indonesia memiliki keragaman bahasa yang patut diapresiasi dan dipertahankan terutama para penuturnya. Salah satu dari sekian ratus bahasa daerah itu adalah bahasa melayu Sumatera Selatan yang memiliki sejumlah bahasa dan dialek melayu yang berbeda. Perubahan bahasa dan dialek melayu sumatera selatan terkait dengan dimensi diakronis pada tataran fonologi dan leksikal.
Dari hasil penelitian, refleks fonologi, leksikon, baik bahasa maupun dialek melayu di Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung menunjukkan dialek bahasa melayu di beberapa lokasi memiliki hubungan kesejarahan yang erat sebagai cikal bakalnya bahasa melayu Sriwijaya.
Peneliti di Badan Bahasa, Depdikbud, Joni Endardi, M.Hum., dalam penelitian disertasinya mengenai kajian linguistik historis komparatif bahasa dan dialek melayu sumatera selatan, menuturkan, Bahasa dan dialek melayu sumatera selatan bagian selatan meliputi beberapa daerah, seperti Panesak, Palembang, Besemah, Semende, Serawai, Kayu Agung, dan Komering yang merupakan satu kelompok bahasa.
Kelompok bahasa melayu sumatera selatan dibedakan atas empat kelompok; bahasa melayu Palembang-Panesak, bahasa melayu Basemah-Semende-Serawai, dan bahasa melayu Kayu Agung dan kelompok bahasa melayu Komering.
Konsep kelompok bahasa melayu Kayu Agung dan Komering, misalnya, menurut Joni sebagai bahasa yang mandiri dan berbeda dari bahasa melayu umumnya di wilayah sumatera selatan. “Kedua bahasa ini memiliki hubungan kekerabatan yang lebih erat dengan bahasa melayu di lampung dibangdingkan dengan bahasa melayu di sumatera selatan,†kata Joni Endardi, M.Hum., dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Rabu (27/2). Bertindak selaku promotor Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A., dan Ko-promotor dr. Inyo Yos Fernandes dan Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo. (Humas UGM/Gusti Grehenson)