Di usia 36 tahun, Prof. Agung Endro Nugroho,S.Si., M.Si., Apt., telah meraih jabatan guru besar di UGM. Pria kelahiran Surakarta, 15 Januari 1976 lalu ini, secara resmi menerima SK Pengangkatan Guru Besar pada 1 Oktober 2012 lalu dan menjadikannya sebagai guru besar UGM termuda.
Agung yang merupakan staf pengajar Fakultas Farmasi resmi dikukuhkan dalam jabatan Guru Besar UGM, Kamis (28/2) di Balai Senat UGM. Pada kesempatan tersebut ia menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “ Peran Farmakologi Molekuler Dalam Perkembangan Penelitian Kefarmasianâ€.
Dalam pidatonya Agung mengungkapkan bahwa ilmu farmakologi saat ini mengalami perkembangan yang pesat dan telah mencapai level molekuler. Farmakologi tidak lagi hanya mengkaji efek obat, tetapi hingga mekanisme dan target aksi molekul obat dalam tubuh. Dalam hal ini aksi obat dalam tubuh manusia melibatkan berbagai aksi yang kompleks pada level molekuler. Sementara penelitian farmakologi molekuler dan biomedik yang ada saat ini banyak mengarah pada identifikasi protein-protein regulator dan sistem signaling kompleks yang berperan dalam proses fisiologi normal atau kondisi patologis di beberapa sistem dalam tubuh. Melalui penelitian farmokologi molekuler inilah dapat menjelaskan urutan genom manusia dan menjadi dasar implementasi farmakologi molekuler dalam pengobatan.
Agung menyampaikan bahwa di Indonesia, farmakologi molekuler telah digunakan sebagai strategi dalam penemuan obat herbal yaitu melalui penelusuran fraksi aktif tanaman obat, salah satunya adalah awar-awar. Ekstrak etanolik tanaman tersebut menunjukkan efek sitotoksik yang poten terhadap sel kanker payudara T47D.
Saat ditemui usai acara, Agung menyayangkan saat ini Indonesia belum mampu memproduksi obat-obatan herbal secara mandiri. Padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas tanaman terbesar di dunia yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku obat herbal. “Sebenarnya Indonesia memiliki biodiversitas tanaman terbesar. Ironisnya, justru 90 persen obat-obatan masih harus dipenuhi dengan impor dari negera lain,†kata pria yang mendalami kajian Farmakologi dan Farmasi Klinik ini.
Menurutnya untuk memproduksi obat-obatan herbal sangat mandiri sangatlah kompleks. Membutuhkan serangkaian penelitian yang tentunya tidak sebentar dan memakan banyak biaya dan dana yang besar. “Semuanya membutuhkan dana yang besar, tetapi kalau masih harus terus mengimpor dalam jangka panjang tidak hanya menimbulkan ketergantungan saja tetapi biayanya juga akan jauh lebih mahal,†jelas pria yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Pada Masyarakat dan Kerjasama Fakultas Farmasi UGM ini.
Kenyataan tersebut mendorongnya untuk terus melakukan penelitian dan mengkaji lebih banyak lagi berbagai kemungkinan mengembangkan obat-obatan herbal memanfaatkan tanaman lokal. Agung mengungkapkan saat ini Fakultas Farmasi UGM telah mengembangkan sejumlah obat-obatan herbal yang akan segera diproduksi untuk masyarakat luas diantaranya obat anti hipertensi, obat untuk diabetes dan obat anti kanker.
Agung menegaskan pengembangan obat herbal sangat penting dilakukan. Pasalnya selain minim efek samping, penggunaan obat bisa lebih terkontrol dan aman. “Sayangnya belum ada kesadaran akan hal itu,â€ujarnya. (Humas UGM/Ika)