YOGYAKARTA – Model pengelolaan agrowisata berbasis komunitas tidak hanya mampu menumbuhkan usaha primer, sekunder dan tersier namun juga meningkatkan kualitas hidup komunitas dengan adanya perubahan nilai sosial tentang tamu, nilai menyambut tamu dan perlakuan terhadap tamu. Yang tidak kalah penting, munculnya kesadaran komunitas terhadap kepentingan bersama yang dikelola bersama.
Hal itu dikemukakan oleh peneliti bidang pariwisata Universitas Airlangga Surabaya, Sri Endah Nurhidayanti, M.Si dalam ujian terbuka promosi doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Jumat (1/3). Bertindak selaku promotor, Prof. Dr. Chafid Fandeli, M.S., Ko-Promotor Prof. Dr. Ir. Phil Janianton Damanik, M.Si., dan Prof. Dr. Ir. Sri Widodo, M.Sc.
Dari hasil penelitian Nurhidayati, di agrowisata apel di kota Batu, Malang, Jawa Timur menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan motivasi usaha mempengaruhi kepemilikan usaha pariwisata. Bahkan kepemilikan usaha dengan pola kerja berbasis kedekatan hubungan kerja ternyata mampu menekan pemutusan hubungan kerja dan mengurangi persaingan usaha tidak sehat. “Besarnya pendapatan yang diperoleh komunitas agrowisata tidak hanya bergantung pada besarnya pendapatan, tetapi juga berkaitan dengan pola penggunaan produk lokal dalam industri pariwisata,†katanya.
Penerapan prinsip sosial dalam pengembangan wisata berbasi komunitas juga telah mampu menghasilkan peningkatan kualitas hidup yang diukur dari persepsi positif komunitas yang mencerminkan preferensi terhadap pengembangan agrowisata, diantaranya keterbukaan komunitas sebagai host, serta derasnya arus informasi yang diterima individu dan komunitas.
Aspek manfaat yang didapat pengembangan agrowisata adalah komunityas lebih banyak menerima hasil kedatangan wisatawan ditandai dengan partisipasi komunitas dalam lapangan pekerjaan dan lapangan usaha baik secara kuantitatif dan kualitatif. Menurutnya, agar akses dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan agrowisata tetap berkelanjutan maka komunitas perlu mengintegrasikan teknologi dalam kegiatan operasional maupun manajerial usaha.
Dia menyebutkan daya dukung lingkungan agrowisata kota batu, maksimal ditoleransi 84 ribu orang per tahun dengan asumsi wisatawan rata-rata membutuhkan space range seluas 25 meter persegi per orang. Sementara saat ini jumlah wisatawan yang datang berkunjung masih jauh dari batas toleransi yakni sekitar 500 orang per bulan dan pada liburan panjang bisa mencapai 1000 orang. Mayoritas wisatawan yang datang berasal dari sekitar Jawa Timur sebanyak 59,3 %, Malang raya dan sekitarnya sebesar 20 %, lalu 12 % dari Jawa-Bali. “Sisanya 8,7 % dari luar jawa,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)