YOGYAKARTA – Laju kemacetan di ruas jalan perkotaan DIY lambat laun kian terasa. Tidak hanya saat menjelang liburan panjang, pada jam sibuk setiap hari pun sudah ada ruas jalan yang mengalami kemacetan. Dari seluruh ruas jalan utama perkotaan Yogyakarta saat ini tingkat kemacetan tiap harinya sekitar 7 persen. Diperkirakan tingkat kemacetan ruas jalan akan meningkat 45 persen pada tahun 2023. “Perlu diambil langkah serius, 10 tahun lagi kemacetan hampir terjadi di setengah ruas jalan utama Yogyakarta,†kata pengamat transportasi UGM, Prof. Dr.-Ing. Ahmad Munawar, M.Sc., Rabu (6/3).
Guru Besar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, menerangkan pembangunan jalan baru di DIY sulit dilakukan, kendati sudah ada pembangunan jalan baru, jembatan layang maupun fasilitas lain akan memicu pertumbuhan kendaraan pribadi yang justru makin meningkatkan kemacetan.â€Penambahan panjang jalan dan fly over di daerah perkotaan akan memacu pertumbuhan kendaraan pribadi, kemacetan lalu lintas akan bertambah,†tuturnya.
Solusi utama untuk mengatasi kemacetan DIY menurutnya adalah perbaikan angkutan umum. Namun demikian, kondisi rata-rata angkutan umum di DIY menurut pengamatannya sangat memprihatinkan. Transportasi massal Trans Jogja yang menjadi tumpuan perbaikan angkutan umum diakuinya tidak bertkembang seperti direncakan sebelumnya. “Sampai sekarang jumlahnya saja tetap tidak bertambah,†ungkapnya.
Disamping itu, kondisi angkutan umum yang ada saat ini semakin lama makin tidak terawat dan banyak yang sudah tidak laik jalan. Ditambah jumlah penumpang yang semakin sedikit dan seringnya angkutan melakukan ngetem, dan sering terjadinya kecelakaan. Untuk mengatasi kemacetan, kata Munawar, usaha penyelamatan angkutan umum harus segera dilaksanakan sehingga perlu ada dukungan regulasi dan finansial dari pemprov DIY.
Dia juga mengusulkan perlu dikembangkan segera angkutan umum yang terintegrasi dan memenuhi standar pelayanan minimal di seluruh wilayah DIY. Dia menyebutkan dari hasil survei kondisi transportasi perkotaan, sekitar 81 persen kendaraan lebih banyak diisi oleh kendaraan pribadi dimana sepeda motor menempati porsi paling banyak yakni 74 persen. “Kendaraan kendaraan berupa bus hanya 10 persen,†katanya.
Ditemui secara terpisah, Sukamta, Anggota komisi C DPRD DIY, sependapat pembenahan transportasi umum DIY diperlukan intervensi pemerintah. Menurutnya, tiga persoalan utama yang perlu segera dibenahi, yakni pertama, sistem manajemen transportasi perkotaan dan pedesaan, “Sayangnya angkutan pedesaan kurang diperhatikan karena alasan mobilitas ekonomi. Sedangkan alokasi subsidi transportasi umum di perkotaan membengkak karena banyak argo rintisan yang kurang penumpang,†katanya.
Kedua, permasalahan di tingkat manajemen. Di tingkat pemerintah, imbuhnya, dibutuhkan regulasi mengenai pengaturan tranpsortasi umum. Ketiga, mendorong masyarakat berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi umum. “Kalo di luar negeri ada pengaturan tentang pengelolaan parkir. Ada tarif parkir biaya tinggi yang dikelola swasta dan adanya larangan parkir di badan jalan, sehingga orang enggan menggunakan kendaraan pribadi,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)