Perilaku abusif masih sering dijumpai dalam organisasi. Tidak jarang pimpinan menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk memperlakukan bawahannya secara buruk. Perilaku tersebut tidak hanya menimbulkan efek negatif bagi korban abusif, tetapi juga bagi organisasi. “Perilaku abusive dilakukan supervisor ini dapat meningkatkan stress, kelelahan emosional, menurunnya kepuasan kerja, menurunnya komitmen organisasional, penurunan kinerja, bahkan keinginan untuk keluar bagi korban abusif,†kata Fenika Wulani,S.E., M.Si., saat melaksanakan ujian terbuka program doktor, Kamis (7/3) di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM. Dalam kesempatan itu, Fenika mengajukan disertasi berjudul “Peran Pemoderasian Faktor Personal dan Situasional Hubungan Abusive Supervision dengan Anteseden dan Konsekuiensinyaâ€. Bertindak sebagai promotor Dr. T.Hani Handoko, M.B.A., dan Dr. BM. Purwanto, M.B.A.
Fenika menyampaikan perliaku abusive supervision yang sering dijumpai adalah perilaku verbal dan non verbal yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahan, namun tidak termasuk kontak fisik. Dikatakan staf pengajar Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ini, saat ini belum banyak dilakukan penelitian terhadap faktor yang dapat memperlemah ataupun memperkuat hubungan abusive supervision dengan konsekuensinya, terutama di negara dengan budaya jarak kekuasan tinggi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Fenika di Indonesia, diketahui meskipun negara dengan budaya jarak kekuasaan yang tinggi, termasuk Indonesia, masyarakatnya cenderung menerima kepemimpinan yang otokratis. Namun begitu, tidak semua masyarakat secara individual menerima hal ini. “Individu yang orientasi jarak kekuasaannya tinggi pun akan semakin merespon dengan perilaku devians di tempat kerja ke semua target jika mengalami abusive aktif-penghinaan. Karenanya seleksi kandidat pemimpin juga hasrus mempertimbangkan beberapa sifat individu yang mungkin bisa memperkuat munculnya perilaku abusive kepada bawahannya,†papar wanita kelahiran Suarabaya, 3 Maret 1972 ini.
Lebih lanjut disampaikan Fenika, semakin tinggi negative affectivity individu bawahan maka semakin tinggi pula mempersepsikan abusive supervision. Hal tersebut memunculkan kecenderungan individu untuk melakukan perilaku devians di tempat kerja. “ Oleh sebab itu organisasi perlu memberikan sosialisasi dan pelatihan ke bawahan tentang kondisi kerja, cara pandang positif terhadap diri dan lingkungan kerja, dan cara meningkatkan kinerja sehingga lebih diperlakukan secara positif oleh atasan,†ujarnya. (Humas UGM/Ika)