YOGYAKARTA – Pemenuhan energi minyak dan gas bumi di beberapa belahan negara di dunia dihadapkan pada persoalan kebutuhan energi yang kian meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh pesat. Sementara industri migas dihadapkan pada persoalan semakin minimnya ditemukan sumber lapangan migas baru. Oleh karena itu, dikhawatirkan adanya gap yang begitu besar antara pemenuhan kebutuhan energi dan ketersediaan pasokan pada tahun 2025. “Sekarang ini tidak ada lapangan migas baru di dunia, hanya akan ditemukan pada laut dalam, kutub, dan wilayah geografi dan geopolitik kurang stabil, sehingga memperbesar gap pasokan dan kebutuhan,†kata Presiden Direktur Shell Indonesia, Darwin Silalahi, saat menjadi pembicara “Building Sustainable Career in Energy and Mining Industry†di auditorium Sukadji Ranuwihardjo FEB UGM, Sabtu (9/3).
Darwin mengatakan, Indonesia yang dulunya dikenal sebagai sumber migas potensial dunia juga dihadapkan pada persoalan minimnya pasokan sumber migas sementara kebutuhan makin bertambah dan meningkatknya pertumbuhan ekonomi. “Manakala ekonomi memasuki pasar industrialisasi, maka negara lewat industri migas harus mampu mendrive kebutuhan energi,†katanya.
Menjadi presdir perusahaan multinasional migas terbesar di dunia menurut Darwin merupakan kebangaan baginya. Pasalnya perusahaan migas ini dulunya didirikan di Indonesia oleh seorang mantan mandor perkebunan Hindia Belanda. Dia adalah Aeliko Jans Zijklert pada tahun 1880 menemukan cairan hitam di area perkebunan telaga said, Deli, Sumatera Utara. Sampel minyak tersebut di kirim ke Batavia untuk diteliti. Setelah mengetahui cairan hitam itu adalah minyak bumi, ia pun memutuskan berhenti menjadi mandor dan kembali ke negeri asalnya, Belanda. “Di Belanda ia mencari orang yang berpengalaman ngebor minyak. Kemudian menjual ide usahanya ke rekan bisnisnya,†katanya.
Satu tahun berselang, Zijklert melakukan pengeboran minyak bumi di telaga said namun ternyata tidak berhasil karena sumber minyak bumi dalam sumur yang dibor ternyata kering. Dia pun tidak putus asa, lalu melakukan pengeboran di telaga said 2 dan akhirnya berhasil. “Itu penemuan minyak pertama di indonesia. Itu juga yang memulai berdirinya industri migas yang kini dinamakan Shell,†ujarnya.
Meski perusahaan ini beroperasi pertama di Indonesia, seiring perjalan waktu perusahaan ini sudah berevolusi menjadi perusahaan migas terbesar di dunia. Tidak hanya bidang minyak bumi namun juga perusahaan ini merambah pada LNG bahkan menjadi pelopor kemajuan inovasi pengolahan gas bumi menjadi energi. Namun pengalaman yang patut dicontoh dari perkembangan Shell, ujar Darwin, seseorang yang mau meninggalkan zona kenyamanan lalu terjun menjadi wirausaha, “Seorang mandor perkebunan berani keluar dari zona kenyamanan. Langkah berani inilah yang menjadi dari cikal bakal shell sekarang,†ungkapnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)