YOGYAKARTA – Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM dan Masaryk University, Czech Republic, melaksanakan riset bersama penyakit malaria dan parasit pada orangutan. Riset parasitologi orangutan ini dilakukan di lokasi Taman Nasional Gunung Leusser Sumatra Utara dan hutan Kalimantan Tengah.
Peneliti parasitologi orangutan dari FKH UGM, Dr. drh. R. Wisnu Nurcahyo, mengatakan penelitian yang dilakukannya FKH UGM dan Masaryk University dimulai sejak 1999 telah menemukan berbagai macam parasit pada orangutan yang beberapa diantaranya jenis baru seperti Strongyloides sp., Mammomonogamus sp, Chilomastix mesnili, Endolimax nana, Troglodytella abrassarti, Pongobius hugoti, Balantidium coli dan Lemuricola pongoi. Tim peneliti FKH UGM dan Masaryk University saat ini tim tengah berkonsentrasi meneliti malaria pada orangutan yang diduga memiliki spesies Plasmodium knowlesi yang dapat menular ke manusia (zoonosis). “Berakibat sangat fatal bila malaria ini melalui vektor nyamuk kemudian menginfeksi manusia,†kata Wisnu Nurcahyo di FKH UGM, Rabu (13/3).
Wisnu menambahkan, penyakit malaria dan penyakit parasit lainnya menyebabkan penurunan populasi primata. Pasalnya, Orangutan sangat mudah sekali terserang penyakit sama sama dengan manusia, sehingga beberapa penyakit infeksi yang ada pada manusia dapat diderita orangutan. Sebut saja penyakit menular Tuberkulosis, Hepatitis, Scabies, Typhoid, infeksi saluran usus karena parasit, bakteri, virus, infeksi saluran pernafasan. Penyakit-penyakit tersebut sering menyerang orangutan, apalagi untuk orangutan yang telah lama dipelihara atau kontak dengan manusia, sehingga apabila dilepas ke dalam areal dimana mereka berinteraksi dalam populasi yang lebih besar maka akan menyebar ke orangutan yang lain di alam bebas. “Penyakit ini salah satu ancaman yang paling besar terhadap kelangsungan orangutan, maka interaksi manusia dengan orangutan harus dihilangkan,†katanya.
Yang menarik dari hasil riset ini,orangutan di alam dapat mengobati dirinya sendiri dengan memakan buah-buahan dan daun-daunan tertentu sebagai upaya perilaku penyembuhan sendiri (self medicated behaviour). Orangutan Kalimantan dikenal sangat cerdik bila tersengat lebah hutan yang ganas dan mengakibatkan kebengkakakan pada luka gigitan lebah, maka orangutan tersebut segera turun dari pohon dan mengambil sejenis tanaman pandan hutan kemudian dikunyah dan dikeluarkan lagi untuk ditempelkan di bekas luka gigitan lebah. Dalam waktu singkat luka tersebut dapat sembuh. Untuk itulah, dalam penelitian ini juga dikaji banyak aspek terkait tanaman obat (herbal medicine) yang ada di hutan dan dimanfaatkan untuk penyembuhan penyakit pada orangutan. “Penemuan tanaman-tanaman obat dari hutan ini juga dapat diaplikasikan kepada kesehatan manusia sebagai bentuk kearifan lokal yang telah berkembang di masyarakat sekitar hutan habitat orangutan seperti yang dilakukan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah,†ujar peneliti dari faculty of science, Masaryk University, Dr. Ivona Foitova, MDV.
Ditanyakan terkait jumlah populasi orangutan, Wisnu menyebutkan orangutan hanya terdapat di hutan Sumatera dan Kalimantan. Karena tempat tinggalnya merupakan hutan yang lebat, maka sulit untuk memperkirakan jumlah populasi yang tepat. Di Borneo, populasi orangutan diperkirakan masih sekitar 20.000 individu. Di Sumatra, jumlahnya lebih sedikit yaitu diperkirakan sekitar 7.500 individu mengingat situasi habitat di hutan Sumatra telah semakin menyempit akibat alih fungsi hutan. “Orangutan telah kehilangan 80 % wilayah habitatnya dalam waktu kurang dari 20 tahun,†katanya.
Ivona menambahkan, perdagangan satwa liar diindikasikan juga menyebabkan mempercepat penurunan populasi orangutan. Perdagangan orangutan dianggap cukup menggiurkan karena satu ekor orangutan dijual dengan harga dari 15 hingga 50 juta rupiah per orangutan tergantung kepandaiannya. “Di Taiwan saja tercatat 283 ekor orangutan yang tertangkap saat diselundupkan ke negara tersebut, kemudian beberapa saat yang lalu 53 orangutan diketahui diselundupkan ke Thailand untuk digunakan sebagai satwa hiburan,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)