DPR RI saat ini tengah membahas RUU Penyiaran dan Undang-Undang khusus tentang Lembaga Penyiaran publik. Keberadaan Undang-Undang tersebut nantinya akan semakin memperkuat kelembagaan lembaga penyiaran publik dalam hal ini RRI dan TVRI sebagai ruang publik yang mengapresiasi dan merawat kebudayan.
“DPR komit menyiapkan dan membahas aturan khusus tentang lembaga penyiaran publik dan akan mendorong ketersediaan alokasi anggaran yang cukup untuk RRI dan TVRI,†kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidik dalam Diskusi Penguatan Kelembagaan RRI Melalui Undang-undang khusus Lembaga Penyiaran Publik, Selasa (19/3) di Balai Senat UGM.
Namun demikian, Mahfudz Sidik menjelaskan bahwa pembahasan undang-undang lembaga penyiaran publik ini memakan waktu yang panjang. Pasalnya masih terdapat pertentangan dari sejumlah anggota DPR lainnya yang menganggap aturan ini belum masuk prolegnas. Karenanya butuh kesepakatan pimpinan DPR untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang ini dengan syarat mengganti satu rancangan undang-undang yang telah masuk di prolegnas.
Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dalam kesempatan tersebut menyampaikan dukungan terhadap upaya memperkuat eksistensi kelembagaan dan program RRI dan TVRI sebagai lembaga penyiaran publik yang memberikan infromasi dalam mencerdaskan bangsa. Dukungan juga ditunjukkan untuk segera dibahas dan ditetapkannya undang-undang penyiaran baru yang menegaskan penguatan RRI dan TVRI sebagai lembaga penyiaran publik yang independen, netral dan berorientasi pada penyiaran yang mengusung nilai-nilai dan kepentingan masyarakat lokal.
Pada kesempatan itu Sultan turut menyampaikan harapan RRI nantinya dapat melakukan penyeimbangan berita antara kepentingan pemerintah dan aspirasi masyarakat dalam mengakses informasi dari mana pun apabila ingin merebut minat pendengar. Karenanya diperlukan SDM yang responsive, cepat tanggap, dan cermat dalam mengelola informasi serta mampu membaca setiap dinamika perubahan yang terjadi. Konsekuensinya, insan RRI harus terus bertindak proaktif dan antisipatif, seraya terus berusaha menginovasi gagasan-gagasan segar yang dikemas dalam program menarik sehingga dapat menarik minat khalayak. †Reorientasi program yang menuntut adanya reposisioning dalam penyiaran berita-berita pembangunan juga menjadi hal yang harus dilakukan sebagai upaya mencerdaskan bangsa,†jelasnya.
Ditambahkan Sultan, RRI juga perlu melakukan pembaharuan format siaran dari yang bersifat broadcasting menjadi narrowcasting sehingga mutu pemberitaan yang dihasilkan akan lebih fokus dan terspesialisasi dengan kriteria mutu tajam dan terpercaya. Namun begitu, sesuai posisi RRI saat ini yang ditempatkan secara netral, jika muncul kritik melalui RRI, hendaknya RRi tidak menyurutkan nyali para birokrat pemerintah untuk lebih terbuka dalam berdialog. “Paradigma baru dalam penyiaran RRI yang demikian ini hendaknya tidak membuat aparat birokrasi alergi terhadap siaran-siaran RRI,†terang Sultan.
Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan energi kolektif di tingkat nasional untuk menemukan dan menjalankan terobosan komperehensif dan sinergis dalam membangun bangsa. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan praktek yang baik di tingkat daerah sebagai pembelajaran antar daerah dan menjadi inspirasi nasional. “ Keistimewaan DIY ini sebagai peluang praktek yang baik tidak hanya bagi Jogja, tetapi juga sebagai tempat pembelajran untuk daerah lain dan insiprasi nasional,†paparnya.
Rektor berharap DIY dapat memperkuat kebudayaan Indonesia dalam memperjuangkan dan memberikan pengaruh Indonesia dalam pergaulan internasional. Oleh karena itu lembaga penyiaran menjadi penting dalammemberikan ruangan besar ke masyarakat DIY untuk mengisi keistimewaan melalui sharing nilai, gagasan dan secara mandiri tanpa intervensi negara dan kapital secara berlebihan. “ Kraton-Kampus-Kampung sebagai penggerak daerah tidak akan berjalan optimal dan efektif jika tidak ditopang oleh lembaga penyiaran publik dalam hal ini RRI dan TVRI. Oleh sebab itu butuh sinergi yang baik ,†tutur Pratikno. (Humas UGM/Ika)