Pemerintah dan DPR belum rela menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dalam arti yang sebenarnya. Alih-alih menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, pemerintah dan DPR ternyata lebih suka mempertahankan keberadaan koperasi sebagai alat kekuasaan dan alat ekspansi kapitalisme di Indonesia.
“Hal ini dapat disimak melalui UU Koperasi No. 17/2012 yang disetujui DPR pada Oktober 2012 lalu,â€papar pengamat ekonomi UGM, Dr. Revrisond Baswir, MBA pada seminar bulanan di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) UGM, Jumat (22/3).
Revrisond menambahkan sepintas lalu sebagai pengganti UU No. 25/1992, UU No. 17/2012 tampak berbeda. Namun jika disimak lebih jauh, perubahan yang terjadi hanya bersifat permukaan. Secara substansial, UU No. 17/2012 masih melestarikan corak koperasi yang diperkenalkan oleh pemerintah Soeharto melalui UU No. 12/1967.
Menurut Revrisond perbedaan mendasar antara UU No. 12/1967 dengan UU No. 14/1958 terletak pada ketentuan anggota koperasi. Dalam UU No. 14/1958, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang “mempunyai kepentingan†dalam lapangan usaha koperasi.
“Artinya, keanggotaan koperasi tidak hanya terbuka bagi para konsumen koperasi, tetapi terbuka pula bagi para pekerja dan pemasok koperasi,â€imbuhnya.
Sementara itu dalam UU No. 12/1967, ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar, yaitu kesamaan kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan oleh UU No. 12/1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi angkatan bersenjata di Indonesia.
Di sisi lain, dalam UU No. 17/2012 keberadaan koperasi golongan fungsional tersebut tetap dipertahankan. Hanya saja dalam UU No. 17/2012 peluang itu ditutup sama sekali karena hanya terdapat empat jenis koperasi di Indonesia yang diakui, yaitu koperasi konsumen, produsen, jasa dan simpan pinjam.
“Jadi, bukan sebagai dasar menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, UU No. 17/2012 justru patut diwaspadai sebagai ancaman serius terhadap keberadaan koperasi sejati di Indonesia,â€tutur Revrisond.
Di tempat sama dosen PSdK FISIPOL UGM, Dr. Hempri Suyatna menilai dengan adanya beberapa perubahan dalam UU No. 17/2012 seperti jenis koperasi hingga monopoli Dekopin sebagai wadah tunggal koperasi akan mempersempit ruang gerak koperasi. Daya saing koperasi terus melemah dibandingkan sektor-sektor usaha lain.
“UU yang seharusnya menjadi instrumen untuk mewujudkan demokrasi ekonomi justru menjadi anti demokrasi,â€kata Hempri (Humas UGM/Satria AN)