Masih ingatkah Anda akan permainan tradisional seperti dhakon, gasingan, serta wayang umbul? Dahulu permainan ini masih banyak ditemui di masyarakat Jawa, termasuk Yogyakarta. Namun seiring perkembangan teknologi, sejumlah permainan tradisional ini lambat laun semakin tergeser dengan beragamnya permainan baru yang lebih modern.
Bagus Indrayana, S.Sn., M.Sn, staf pengajar ISI Surakarta mengatakan bahwa mainan tradisional sepatutnya dilestarikan karena dapat menjadi media pembelajaran bagi anak-anak. Pasalnya melalui permainan tradisional ini akan membangun kesadaran kolektif dalam bersosialiasi dengan anak-anak lainnya. Selain itu juga dapat menjadi media pembelajaran dalam penanaman sikap dan perilaku dalam kebersamaan.
“Mainan tradisional memiliki fungsi sosial dan budaya terkait dengan perkembangan anak menuju pemilikan pengetahuan dan keterampilan, baik individu maupun kolektif. Perilaku kolektif terlihat pada kegiatan bermain dimana anak-anak saling berkomunikasi, bercanda, dan bermain dengan benda mainannya,†papar Bagus saat melaksanakan ujian terbuka Program Doktor Prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (26/3).
Dalam disertasi berjudul “Mainan Tradisional di DIY: Ragam Bentuk, Fungsi Sosial, dan Kultural†Bagus menyebutkan bahwa mainan tradisional memiliki peranan signifikan dalam menumbuhkan kebebasan berkreasi, keleluasaan menetapkan pilihan material, bentuk, teknik, dan aturan bermain secara mandiri. Proses pembuatan mainan tradisional menjadi ajang transformasi pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan orang tua kepada anak-anak. “Proses tersebut mendorong anakan-anak untuk menciptakan mainan sendiri sekaligus mengembangkan imajinasi, daya kreasi, dan keterampilan mereka,†jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan Bagus, keberagaman mainan tradisional diciptakan tidak hanya sebagai srana bermain semata. Lebih dari itu, mainan tradisional diciptakan dengan mengejawantahkan nilai filosofi dan keindahan fungsional yang sangat kompleks. Kompleksitas tersebut berkaitan dengan pandangan, perilaku, aktivitas hidup masyarakat penggunanya.
Misalnya, dalam mainan dhakon, yang dibuat dari batu berakaitan dengan upacara ritual yang didalamnya mengandung nilai rohani, makna sosial, dan ungkapan estetik masyarakat. Permainan dhakon merupakan gambaran perilaku petani sejak mereka melakukan kegiatan menanam benih di sawah hingga memanen dan menyimpan hasilnya dalamlumbung penyimpanan. “Hal ini mencerminkan kehidupan masyarakat Yogyakarta di luar keratin yang menyandarkan hidupnya dari hasil pengolahan sawah dan ladang,†ujar Bagus.
Bagus menambahkan, mainan tradisional perlu diteruskan kepada generasi muda untuk menjaga eksistensi ditengah maraknya beraneka macam mainan modern saat ini. Salah satunya bisa dilakukan dengan mengadakan festival mainan tradisional. Melalui kegiatan itu diharapkan generasi muda dapat menghayati dan memahami kompleks nilai di dalamya. “ Pewarisan juga bisa dilakukan melalui pendidikan formal maupun non formal misalnya dengan membentuk komunitas peduli mainan tradisional,†imbuhnya. (Humas UGM/Ika)