Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (UU BPJS) akan segera diberlakukan mulai 1 januari 2014 mendatang. Adanya undang-undang tersebut BPJS akan memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat tidak mampu. Sementara bagi warga yang tidak mampu pemerintah akan menanggung pembayaran premi dalam bentuk penerima bantuan iuran (PBI).
Namun, hingga kini besaran nilai PBI belum juga diputuskan oleh pemerintah. Padahal pemberlakuan BPJ sudah akan dilaksanakan delapan bulan kedepan. “Waktu tinggal delapan bulan lagi menuju pelaksanaan jaminan kesehatan nasional, tetapi besaran iuran PBI belum ditetapkan. Sementara besarn iuran itu sangat terkait dengan kecukupan pada pembayaran kepada fasilitas kesehatan dalam hal ini penyususnan tarif kapasitasi dan INA-CBG’s,†urainya, Kamis (4/4) dalam Seminar Action To Achieving Universal Helath Coverage in Indonesia di Fakultas Kedokteran UGM.
Belum lama, Kementrian Keuangan mengeluarkan kesepakatan besaran premi PBI sebesar Rp. 15.500,- per orang per bulan, di bawah permintaan awal sebesar Rp. 22.000,-. Namun, disampaikan Ghufron nominal tersebut belum menjadi keputusan resmi dari pemerintah sampai saat ini. Untuk itu, dengan sisa waktu yang ada, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintahan terkait seperti Kementrian Keuangan dalam menentukan besaran nilai PBI.
Dalam kesempatan itu Ghufron turut menyampaikan saat ini pokja BPJS juga tengah melakukan pemetaan kebutuhan dan pemenuhan SDM di bidang kesehatan. Selain itu juga memberikan berbagai pelatihan. “Jumlah dokter saat ini baik umum maupun spesialis di Indonesia masih sangat kurang. Jika kita tidak membuat terobosan baru untuk mencetak dokter spesialis maka dalam waktu 10-15 tahun kedepan maka tidak akanada perubahan signifikan dalam melayani kesehatan pasien dengan penyakit spesifik,†ujarnya.
Berdasar ketentuan rasio WHO, untuk 40 dokter umum melayani per 100 ribu penduduk. Sementara di Indonesia, hingga saat ini rasionya 40 dokter umum untuk melayani 100 ribu penduduk.
Menurut penuturan Ghufron dokter umum di Indonesia saat ini terdapat sekitar 88 ribu. Data tersebut memperlihatkan bahwa di Indonesia masih kekurangan sekitar 12 ribu dokter umum. “Rata-rata Fakultas Kedokteran se-Indonesia tiap tahunnya bisa meluluskan 5-6 ribu dokter. Melihat kondisi itu semoga beberapa tahun kedepan bisa tercapai rasio ideal,â€harapnya.
Selain itu pokja BPJS juga menyiapkan penempatan dan redistribusi SDM. Diakuinya, untuk melakukan distribusi SDM bukanlah suatu hal yang mudah. Pasalnya yang terjadi saat ini pelaksanaan distribusi SDM diserahkan langsung kepada pemerintah daerah. Sementara bagi pemerintah daerah sendiri pelaksanaannya melihat kapasitas fiscal masing-masing. “DIstribusi SDM ini sulit karena dierahkan ke pemerintah daerah. Jadi yang kapasitas fiskalnya kurang akan merasa kesulitan,†jelasnya.
Kepala PT. Askes Regional Jawa Tengah, Andayani Budi Lestari, S.E, M.M., AAK., dalam kesempatan itu menyampaikan perlunya penerbitan peraturan perundangan turunan dari UU Sistem Jaminan Sosisal Nasional (SJSN) dan UU BPJS. Langkah tersebut perlu segera ditempuh karena dengan adanya PP turunan UU SJSN dan UU BPJS bisa dipakai sebagai dasar operasionalisasi BPJS kesehatan, dalam hal ini adalah PT. Askes.
Andayani menyebutkan saat ini PT. Askes melakukan berbafai persiapan mengahdapi transformasi menjadi BPJS kesehatan. Salah satunya melakukan pemetaan terhadap jumlah penduduk yang akan menjadi peserta BPJS kesehatan. “Peserta yang akan dikelola BPJS Kesehatan mulai 2014 mendatang sekitar 121,6 juta jiwa yang berasal dari askes sosial/PNS, jamkesmas, JPK Jamsostek, TNI/POLRI, dan sebagian program jaminan kesehatan masyarakat umum (PKJMU). Targetnya pada 2019 seluruh penduduk sekitar 257,5 juta jiwa sudah menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola BPJS,†paparnya.
Sementara Dr.drg. Yulita Hendratini, M.Kes, AAK, Pusat Pusat Kebijakan dan Pembiayaan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) FK UGM lebih banyak menyorot tentang keberadaan jaminan kesehatan daerah (jamkesda) menyongsong pemberlakuan UU BPJS. Menurutnya jamkesda dapat berperan sebagai mitra BPJS khususnya dalam menjembatani hubungan BPJS dengan peserta pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan pemerintah daerah.
Yulita berharap jamkesda nantinya tetap berperan dalam menjamin kesehatan masyarakat non PBI sembari menunggu pengaturan lebih lanjut. Untuk itu butuh sinkronisasi dan sinergi antara badan penyelenggara jamkesda dengan BPJS untuk pengelolaan jaminan kesehatan nasional menuju penjaminan kesehatan semesta. (Humas UGM/Ika)