Besaran alokasi saham Initial Public Offerings (IPO) kepada investor institusi terbukti tidak memberikan pengaruh terhadap harga saham. Semakin besar alokasi saham IPO pada investor tidak menyebabkan penurunan harga saham hingga di bawah harga perdananya sehingga tidak membutuhkan stabilisasi harga. Demikian simpulan disertasi yang disampaikan Dra. Arni Utamaningsih, M.Si., saat melaksanakan ujian terbuka Program Doktor di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Rabu (10/4).
Dalam kesempatan itu Arni mempertahankan disertasi berjudul “Informasi Asimetri Dalam Proses Penjaminan Saham IPO di Pasar Modal Indonesiaâ€. Bertindak sebagai promotor Prof. Dr. Eduardus Tandelilin, M.B.A., Dr. Suad Husnan, M.B.A., dan Prof.Dr.rer.soc.R. Agus Sartono, M.B.A.
Arni menyampaikan dari hasil penelitian yang dilakukan menggunakan saham-saham IPO di Pasar Modal Indonesia tahun 2001-2010 diketahui bahwa underpricing menjadi semakin tingi saat penetapan harga saham IPO semakin mendekati batas atas kisaran harga penawaran. Namun, penelitian ini tidak berhasil membutikan bahwa saat saham IPO semakin underpriced, maka perdagangan aftermarket tidak membutuhkan stabilisasi harga.
“Justru yang terjadi ketika saham IPO semakin underpriced, maka akan semakin tinggi excess returns pada hari ke-30 pasca IPO,†papar staf pengajar Politeknik Universitas Andalas ini.
Temuan lain memperlihatkan bahwa stabilisasi harga berpengaruh positif terhadap excess returns pada hari ke-30 pasca IPO. Hal ini mengungkap fenomena di Pasar Midal Indonesia bahwa stabilisasi harga saham pada periode aftermarket lebih ditentukan oleh keberadaan investor institusi dalam proses perdagangan dibandingkan karena harga saham yang underpriced.
IPOmerupakan proses penawaran saham yang cukup kompleks. Dalam proses ini, underpricing dan penjamin emisi menjadi bagian isu utama. Pasalnya,penjamin emisi berperan aktif dalam proses perdagangan. (Humas UGM/Ika)