YOGYAKARTA – Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tumbuh sebesar 6,2 persen di tahun 2013 dan melaju ke level 6,6 % di tahun 2014 dengan asumsi pemerintah tidak menaikkan harga BBM Subsidi. Namun demikian, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap terbesar kedua setelah China belum memberikan dampak signifikan pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja serta percepatan pembangunan infrastruktur khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
†Angka kemiskinan secara nasional turun hingga 11 % tapi gap kemiskinan di Maluku dan Papua masih sangat besar,†kata Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB), Edimon Ginting, Ph.D. dalam seminar ASEAN Development Outlook yang berlangsung di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Kamis (11/4).
Dia menyebutkan tingkat kemiskinan pedesaan di Maluku dan Papua mencapai 31,7 persen, sedangkan di perkotaan tingkat kemiskinan mencapai 24,1 persen. Berbeda dengan di wilayah Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi, tingkat kemiskinan perkotaan dan pedesaan berkisar 4,2 % hingga 16,6%.
Ia khawatir, pertumbuhan ekonomi saat ini lebih banyak dinikmati masyarakat perkotaan namun belum dinikmati oleh masyarakat pedesaan, apalagi bisa dinikmati masyarakat Indonesia Bagian Timur. Menurutnya, hal itu terjadi akibat lambannya pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut. Padahal konektivitas sangat vital untuk mengurangi angka kemiskinan. “Rangking infrastruktur kita kian memburuk. Secara nasional, kondisi 41 % jalan di kabupaten masih sangat buruk,†katanya.
Pengamat ekonomi UGM, Prof. Dr. Sri Adiningsih mengatakan segala pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tengah dicapai tidak boleh membuat pemerintah berpuas diri. Pasalnya tantangan terbesar pemerintah justru memastikan pertumbuhan ekonomi tersebut dirasakan oleh semua pihak. “Diperlukan kebijakan yang difokusklan pada usaha pengurangan kesenjangan dan memperbaiki infrastruktur publik,†katanya.
Lebih jauh Sri Adiningsih menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dipengaruhi oleh masih lemahnya kondisi ekonomi global. Ia berpendapat, dua tahun mendatang ekonomi Indonesia belum bisa membaik karena angka inflasi diperkirakan meningkat, volatilitas rupiah akan membesar. Oleh karena itu dibutuhkan otoritas ekonomi yang fokus menjaga stabilitas eknomi makro serta memberikan stimulus bagi bisnis dan dunia usaha agar stabilitas ekonomi tetap terjaga. (Humas UGM/Gusti Grehenson)