YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada dalam waktu dekat melakukan ujicoba penggunaan smartcard dengan single ID untuk akses keluar/masuk kampus sebagai pengganti Kartu Identitas Kendaraan (KIK). Ujicoba smartcard ini akan dimulai pada tanggal 22 April 2013. “Realisasi smartcard ini menjadi prioritas karena dinilai sebagai instrumen yang strategis dalam penataan lalu-lintas kampus menggantikan sistem pengendalian melalui disinsentif KIK,†kata Sekretaris Eksekutif (SE) UGM, Drs. Gugup Kismono, MBA, Ph.D Rabu (17/4).
Diakui Gugup, penggunaan smartcard tidak hanya membatasi jumlah kendaraan yang melintasi kampus, namun juga digunakan sebagai alat identifikasi untuk keperluan keamanan kampus. Bahkan penggunaan smartcard diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan bagi warga kampus dan setiap orang yang berkepentingan dengan UGM.“Untuk diketahui bersama, sejak disinsentif KIK dinyatakan tidak berlaku, angka kriminalitas di dalam kampus meningkat, dari rata-rata 2 kali dalam sebulan menjadi 5 kali dalam sebulan. Sedangkan angka kecelakaan di dalam kampus meningkat dari rata-rata dua kali sebulan menjadi 3 kali dalam sebulan,†katanya.
Bagi mahasiswa, smartcard yang dimaksud tidak lain adalah kartu tanda mahasiswa (KTM) UGM yang telah diaktifkan salah satu fungsi elektronis yang ada di chip di balik setiap kartu. Mahasiswa cukup menempelkan kartunya di card reader yang dipasang di portal. Sistem akan langsung membaca identitas mahasiswa yang bersangkutan dan menyimpannya untuk keperluan pendataan. Mahasiswa juga tidak perlu melakukan aktivasi kartu, semua kartu mahasiswa yang aktif, sudah dapat langsung digunakan. “Dalam waktu dekat smartcard bagi dosen dan karyawan juga akan kita terapkan,†katanya.
Bagaimana dengan masyarakat luar kampus? Gugup menuturkan masyarakat yang akan keluar masuk kampus cukup meninggalkan ID card kepada penjaga portal. Masyarakat tidak lagi akan dikenakan disinsentif. “Yang penting saat keluar mereka harus melewati portal pintu masuk sebelumnya,†katanya.
Rencana program penataan lalu-lintas kampus lewat smartcard ini telah mendapat apresiasi dari banyak pihak salah satunya disampaikan oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dalam kunjungan ke UGM beberapa waktu yang lalu. “ORI juga mengapresiasi dicabutnya kebijakan disinsentif bagi pengendara yang tidak memiliki KIK,†katanya.
Dana Disinsentif KIK
Menjawab tuntutan dari beberapa elemen mahasiswa yang meminta transparansi penggunaan dana disinsentif KIK, Gugup menegaskan dana disinsentif KIK sampai saat ini masih utuh dan tetap didedikasikan bagi kegiatan kemahasiswaan. “Mekanisme penggunaan dana disinsentif ini tengah dirumuskan bersama dengan perwakilan elemen-elemen mahasiswa, agar tepat sasaran dan tetap akuntabel,†katanya.
Mekanisme pengelolaan dana disinsentif KIK, kata Gugup, UGM sebagai universitas baik dalam status sebagai PT BHMN maupun sekarang telah menjadi BLU memiliki kewenangan untuk mengelola sendiri dana masyarakat yang diperoleh universitas secara langsung tanpa disetor dulu ke kas negara dan juga tanpa kewajiban untuk meminta ijin penggunaan kepada Kementerian Keuangan. “Penerimaan UGM dari masyarakat baik penerimaan pendidikan dan non pendidikan, termasuk disinsentif KIK bukan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),†katanya
Menurutnya, hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 153 Tahun 2000 tentang Penetapan UGM sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara, PP 66 tahun 2010 tentang Perubahan peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) serta PP 74 tahun 2012 tentang perubahan atas PP 23 tahun 2005 tentang BLU. Perlu diketahui bahwa semua PP tersebut merupakan pedoman operasional dalam pengelolaan keuangan UGM dan sudah selaras dan mengacu pada ketentuan perundangan diatasnya, seperti UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan negara dan juga UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Selain itu, mengacu pada PP 74 tahun 2012 tentang perubahan atas PP 23 tahun 2005 tentang BLU dengan status BLU secara penuh, maka pada pasal 14 dinyatakan bahwa pendapatan diperlakukan sebagai pendapatan operasional satker BLU dan dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai dengan Rencana Bisinis Anggaran. Mengacu pada peraturan perundangan tersebut, maka UGM memperoleh kewenangan dari pemerintah dalam hal ini Kemenkeu untuk mengelola keuangan yang diperoleh dari masyarakat secara langsung tanpa disetor terlebih dahulu ke kas negara. “Jadi sikap UGM yang mengelola langsung penerimaannya adalah justru mengikuti dan menaati PP Badan Layanan Umum yang merujuk antara lain ke UU Keuangan Negara. Hal yang sama juga terjadi di semua PTN yang menggunakan Pola Keuangan BLU,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)