Industri kuliner dan kerajinan di Yogyakarta merupakan salah satu jenis usaha yang kian digemari oleh para pengusaha dari berbagai kalangan. Kreativitas para entrepreneur kuliner yang kian terasah telah menciptakan variasi jenis kuliner baru yang sebagian besar berasal dari sumber daya lokal.
Dalam ranah yang lebih luas, inisiatif semacam ini secara tidak langsung mampu menggerakkan perekonomian lokal. Terlebih lagi, jika melihat perkembangan industri kuliner di Indonesia. Pada tahun 2011 sektor makanan dan minuman menyumbang Rp 650 triliun pendapatan negara dan 30 persennya dari BTP (Bahan Tambahan Pangan).
Sejalan dengan industri kuliner, para enterpreneur industri kerajinan juga telah menjadi tulang punggung beberapa daerah di Yogyakarta sejak beberapa tahun yang lalu. Hal ini memberikan sumbangan yang cukup besar bagi komoditas perdagangan dan perkembangan pariwisata di Yogyakarta.
Sehubungan dengan hal itu maka Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah Mada (PSPD UGM) menggelar acara Short Course Series in International Trade (SCSIT), yang bertemakan Linking Creative Industry to Local Economic Development: Cases From Food Related and Handicraft Industry in Yogyakarta, 25-27 April 2013.
“Kebetulan tema kali ini seputar industri kuliner dan industri kerajinan seperti batik,â€papar Ketua Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM, Riza Nur Arfani, Kamis (25/4).
Ia menuturkan salah satu industri kerajinan yang akan dikunjungi dalam short course kali ini yaitu Desa Wisata Bobung sebagai sentra batik kayu. Kerajinan batik kayu Bobung berawal dari kebutuhan topeng kayu untuk lakon-lakon dalam seni Tari Topeng. Motif batik yang mendasari pewarnaan topeng menambah keindahan topeng kayu ini.
“Kerajinan batik kayu dari Bobung sudah menembus dunia dengan adanya pengrajin yang mulai rutin mengirim hasil kerajinan mereka ke beberapa negara di Amerika dan Eropa,â€paparnya.
Kini, kerajinan batik kayu Bobung sudah berkembang dengan menghasilkan perlengkapan dan dekorasi rumah. Setelah dari Desa Bobung, peserta short course juga berkunjung ke Basu SD Gallery. Galeri ini dimiliki oleh Prof. Dr. Basu Swastha Dhammesta, berisi koleksi batik yang dilukisnya. Koleksi tersebut pernah dipamerkan di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjo Sumantri UGM beberapa waktu lalu.
“Kunjungan ini diharapkan dapat membantu para peserta mengaplikasikan materi yang telah dberikan oleh beberapa pembicara dengan situasi di lapangan. Program field trips ini akan menjadi media observasi terhadap praktek perdagangan dunia yang dilakukan oleh kalangan bisnis lokal,â€pungkas Riza (Humas UGM/Satria AN)