Beberapa pihak menyebut tahun 2013 sebagai tahun politik. Karena itu, pendidikan politik kepada rakyat mestinya tetap digelorakan. Salah satu agenda besar yang harus disampaikan adalah keberpihakan politisi untuk menghasilkan kebijakan politik yang memberi ruang bagi usaha kecil dan menengah bertumbuh.
“Menjelang 2014, banyak politisi akan memanfaatkan tahun politik guna mengumpulkan suara. Rakyat harus mampu memilih politisi mana yang benar-benar memperjuangkan agenda demokrasi ekonomi bagi usaha kecil dan menengah,” ujar Dr. Hempri Suyatna, dosen Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada seminar internasional peringatan Konferensi Asia Afrika ke-58 bertema “Demokrasi Ekonomi di Asia, Peluang dan Tantangan”, Kamis (25/4).
Setelah sekian puluh tahun merdeka, kata Hempry Indonesia masih saja dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan kemiskinan. Kemiskinan yang membutuhkan payung kebijakan politik tepat, sebab jika menengok sejarah kelompok ekonomi kecil dan menengah selalu saja menjadi bahan klaim untuk pembangunan.
Sayangnya, program program kebijakan dan aktor-aktor penentu kebijakan seringkali tidak mampu melakukan pemberdayaan dengan kebijakan pembangunan ekonomi tepat sasaran. “Ada klaim pemerintah masa lalu yang sering menyebut fokus mengurangi kemiskinan, dalam kenyataan di lapangan tidak terjadi. Misal di masa Soekarno ada istilah Alibaba, mereka yang diberi kesempatan impor malah jual ijin ke pengusaha Cina dan India, di masa Orde Baru dengan semangat pembangunan juga gagal, ” kata Hempry di ruang seminar Fisipol UGM.
Pasca reformasi, ada program desentralisasi yang melahirkan kebijakan populis di daerah-daerah. Masalahnya, kebijakan tersebut hanya berhenti pada pencitraan elit politik. Desain kebijakan yang tercipta tidak membuka kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Hempry mengingatkan, sektor UMKM sudah waktunya benar-benar didorong jika ingin membentuk negara kesejahteraan. Para Politisi yang akan maju di tahun 2014, dan yang terpilih nantinya harus benar-benar memiliki keberpihakan kepada ekonomi kerakyatan. “Kebijakan ekonomi jangan lagi untuk kepentingan elit, kekuasaan dan pemilik modal. Sudah waktunya mengakhiri keberpihakan kepada kapitalis,” katanya.
Dr Revrisond Baswir, MBA, Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada menyatakan Indonesia ke depan butuh demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi tersebut hingga kini masih butuh perjuangan bersama untuk diwujudkan. Karena itu, negara harus hadir untuk memperkuat koperasi, membuat sehat Badan Usaha Milik Negara agar bisa memberikan kemakmuran rakyat.
“Neo-kolonialisme dan neo imperialisme masih kuat dan menjadi penghambat pelaksanaan demokrasi ekonomi. Perlu kita agendakan Gerak Lawan, gerakan rakyat lawan neo liberalisme dan imperialisme,” kata Revrisond.
Pablo Solon, Direktur Focus on Globat South Thailand, Mantan Dutabesar Bolivia Untuk PBB menambahkan dengan kondisi krisis ekonomi dunia, Indonesia tetap menjadi incaran bagi pasar. Dunia saat ini butuh sistem ekonomi yang memberikan kesejahteraan, berkeadilan.
“Apa yang terjadi di Yunani, krisis di sana karena adanya pola spekulatif market, sistem pasar yang spekulatif, itu yang seharusnya ditinggalkan, kita butuh demokrasi ekonomi,” katanya.
Henry Saragih, Koordinator La Via Campesia, Organisasi Petani Dunia, Ketua Umum SPI berharap negara harus memberikan perhatian atas nasib petani. Berkaca dari kondisi petani dunia saat ini, seperti di Thailand, India, Korea Selatan maupun Jepang, luas lahan di negara yang terus mengalami penyusutan.
Banyak negara kini pun bergantung kepada pasar bebas, untuk penuhi komoditas pangan dalam negerinya. Jepang, misalnya hanya mampu produksi pangan untuk satu kali makan, dua kali jatah makan harus dipenuhi dari impor pangan luar.
“Beda dengan Indonesia yang hadapi alih fungsi lahan pertanian jadi pemukiman, untuk keperluan tambang dan lain-lain. Di sejumlah negara, lahan pertanian beralih fungsi guna pembangunan pabrik berteknologi tinggi, ciptakan mesin-mesin industri,” kata Henry. (Humas UGM/ Agung)