YOGYAKARTA – Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Jenderal Sudirman Center menggagas berdirinya Sekolah Tani. Program ini diharapkan menjadi model alternatif dalam pemberdayaan petani di Indonesia. Materi program yang diberikan pada kader-kader petani dan kelompok tani diarahkan pada aspek pengetahuan tentang politik ekonomi pertanian yang lebih luas. “Lewat Sekolah Tani, kita mencoba memperbaiki nasib petani dengan cara mereka dicerdaskan dan diorganisasikan,†kata Kepala Pustek UGM, Dr. Revrisond Baswir ditemui disela-sela saat peluncuran program Sekolah Tani di kantor Pustek, Bulaksumur, Kamis (2/5).
Sony, demikian ia akrab disapa, menambahkan sasaran peserta awal sebanyak 25-30 orang per angkatan yang merupakan kader muda tani, meliputi kelompok tani di DIY dan Jawa Tengah dengan memperhatikan komposisi jender dan usia. Materi kurikulum mencakup wawasan pembangunan pertanian, potret kemiskinan, sejarah kebijakan dan pergerakan petani, problematika kebijakan dan tata niaga pertanian, strategi penguatan kelembagaan dan jejaring petani. “Kita harapkan setelah lulus mereka mengetahui bagaimana tata niaga di sektor pertanian dan petani juga mampu mengatur jual beli dan tidak lagi diatur oleh tengkulak dan rentenir,†katanya.
Program sekolah tani ini menurut Sony juga didukung oleh pimpinan universitas dengan disinergikan sekolah tani lewat program KKN PPM sehingga bisa dilaksanakan banyak daerah di Indonesia. “Harapan kita program ini bisa berkelanjutan,†katanya.
Sony menampik jika program ini dibentuk untuk kepentingan pemilu 2014. Menurutnya, gagasan pembentukan sekolah tani ini murni untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang selama ini masih dalam kondisi memprihatinkan. “Kita ingin bekerja sungguh-sungguh mengamalkan Pancasila dan Konstitusi. Dalam jangka panjang, petani dan buruh bisa bergandengan mengamalkan pancasila dan pasal 33 UUD, bukan sekedar macan kertas,†ungkapnya.
Senada, ketua Jenderal Sudirman Center, Bugiakso, menuturkan pendirian sekolah tani dilatarbelakangi atas keprihatinan menurunnya tingkat kesejahteraan petani dalam satu dekade terakhir. Bahkan dari tahun ke tahun produksi pertanian kian merosot sebaliknya kran produk impor pertanian makin dibuka lebar. “Ada yang salah dalam kebijakan pertanian untuk ketahanan pangan nasional,†imbuhnya.
Wakil Ketua Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat, LPPM UGM, Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D., mengatakan program sekolah tani diharapkan mampu memberdayakan petani yang kini tengah menghadapi ketergantungan makin banyaknya produk impor pertanian seperti daging, bawang, dan gandum. “Petani butuh pendidikan komperehensif agar mereka mampu membangun sikap kritis dari kebijakan struktural yang berpengaruh pada kesejahteraan petani,†pungkasny. (Humas UGM/Gusti Grehenson)