Kerajinan mendong sudah lama dikenal masyarakat. Mulai dari tikar, tempat pinsil, dompet, tempat sampah, tempat toples, tas,dan lain-lain. Sayang, industri kerajinan ini, dalam perjalanannya harus bersaing dengan industri kerajinan berbahan plastik.
Berbahan baku ramah lingkungan, kerajinan mendong dengan anyaman berwarna-warni sesungguhnya tetap menjadi kerajinan yang menarik untuk dilirik. Dengan pola anyaman berseni, kerajinan tas mendong pun kini berseliweran di kampus-kampus.
Desa Kisik, tepat di tepi timur Sungai Progo, DIY merupakan sentra penghasil mendong. Produksi mendong di daerah ini mampu mencapai 8 ton/bulan, namun mendong tersebut belum diolah dengan baik.
Dukuh Kisik, Isdiyanto mengatakan mayoritas petani mendong di daerahnya masih menjual mendong mentah kepada pengumpul dengan harga 2700 rupiah hingga Rp 3000 rupiah per kilogram. Hanya sebagian dari warganya saja, mengolah mendong menjadi tikar. “Tikar-tikar tersebut dijual kepada pengrajin mendong dengan harga sepuluh ribu rupiah per 150 meter persegi,†ujarnya di Dusun Kisik, Selasa (7/5).
Padahal, jika mendong tersebut diberikan nilai tambah dan diolah menjadi kerajinan seperti gantungan kunci berbentuk sandal, kata Isdiyanto bisa memberikan keuntungan lebih besar. Karena dengan memanfaatkan beberapa batang mendong saja, maka gantungan kunci dipasaran dihargai 2.000 rupiah.
“Harga ini hampir sama untuk 1 kilogram mendong mentah. Karena itu saya sangat berterima kasih pada mahasiswa FTP UGM yang telah memberdayakan ibu-ibu desa Kisik belum lama ini dalam membuat kerajinan berbahan mendong,†katanya.
Ciptaning Cahyaningrum, mahasiswa FTP UGM mengaku ekonomi kreatif yang dilakukan di desa Kisik berawal dari keprihatinan. Melihat potensi yang dimiliki desa Kisik, ia bersama Susi Susanti, Mustiko Warih, Siti Barirotun Nafiah, dan Jumali terdorong untuk menginisiasi “Gerakan Padat Karya Optimalisasi Pemanfaatan Local Potency Tanaman Mendong dan Local Capacity Ibu Rumah Tangga sebagai Industri Mikro untuk Meningkatkan Taraf Hidup Masyarakat dusun Kisikâ€.
Kini terbentuk kelompok pengrajin Ibu – Ibu Kisik dengan nama “MEKAR“ (Mendong Karya) dengan ketua Cahya Indarti selaku Ibu Dukuh Kisik. Sementara pelatihan membuat kerajinan mendong diampu Subiyata, seorang pengusaha kerajinan mendong Himari.
Hasil kerajinan pun berkembang, tidak hanya tikar, namun ibu-ibu Kisik sudah mampu menghasilkan kerajinan mendong berbentuk tempat amplop, tempat pensil, tas belanja dan tas laptop. Program ini diharapkan terus berlanjut hingga terbentuk industry mendong yang mandiri di Dusun Kisik. “Sehingga semuanya bisa mengoptimalkan pemanfaatan mendong dengan memberikan value added dan harapannya taraf hidup ibu – ibu desa Kisik meningkat,†papar Ciptaning Cahyaningrum. (Humas UGM/ Agung)