Pendidikan yang baik mestinya mampu menghasilkan lulusan berciri Manusia Budaya Indonesia. Sementara politik pendidikan Indonesia, semenjak orde baru menjadikan para lulusan menjadi kuli di negeri sendiri. “Meskipun ia seorang doktor sekalipun, tetap menjadi kuli di negeri sendiri,†ujar Prof. Dr. dr. Sutaryo di Pusat Studi Pancasila, Selasa (14/5) menjelang Sarasehan Nasional Pendidikan Urun Rembug Seputar Kurikulum 2013.
Menanggapi polemik penerapan kurikulum 2013, Sutaryo mengatakan dua kemungkinan yang terjadi, lulusan akan tetap menjadi “kuli†atau manusia berbudaya Indonesia. Hal ini menjadi penting, sebab dengan pendidikan yang baik mampu menghasilkan tokoh-tokoh seperti Sultan IX, Gus Dur dan Ahmad Dahlan.
Sultan IX, menurut Sutaryo, meski mendapat pendidikan dasar dan tingkat lanjut dari Belanda, namun kental sebagai orang Indonesia. Demikian juga Gus Dur yang mendapat pendidikan di Timur Tengah. “Kita tahu Sultan IX, mendapat pendidikan SD, SMP dan SMA dari Belanda, namun ciri ke-Indonesiaan sangat kental,†ungkap pakar peneliti PSP UGM.
Prof. Dr. Sudjito,SH,MSi, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM, mengakui dunia pendidikan saat ini masih jauh dari harapan. Padahal input yang dimiliki sangat membanggakan, banyak yang pinter dan cerdas. “Tapi kenapa ya, output yang dihasilkan tidak sebaik yang diharapkan. Mungkin salah satunya karena permasalahan kurikulum selama ini,†tambahnya.
Soedjito berpendapat terjadi tarik ulur kepentingan dalam kurikulm selama ini. Bahkan kurikulum oleh banyak pihak tidak dipahami sebagaimana mestinya. “Tarik ulur kepentingan inilah yang menjadi masalah,†imbuhnya.
Terkait Sarasehan Nasional Pendidikan Urun Rembug Seputar Kurikulum 2013 yang dilaksanakan Senin, 20 Mei 2013, katanya merupakan bagian dari Agenda Kegiatan Bulan Pancasila 2013. Selain sarasehan, dalam Bulan Pancasila 2013 digelar pula kegiatan Seminar Etika Politik dan Demokrasi Pancasila, Kursus Pancasila, Konggres Pancasila V dan Pengajian Pancasila. (Humas UGM/ Agung)