Bayi dan anak merupakan golongan usia yang sangat rentan terserang penyakit maupun efek obat yang tidak dikehendaki. Untuk pengobatan penyakit pada usia tersebut tidak jarang dokter memberikan obat racikan karena tidak tersedianya obat yang sesuai bagi anak-anak di pelayanan kesehatan. Pasien anak seringkali diberi resep obat dalam bentuk sediaan racikan yang dibuat dengan menggerus atau mencampur formula sediaan tablet yang biasa dipakai orang dewasa.
“Dengan pemberian resep racikan tersebut meskipun bermanfaat, namun efek samping yang tidak terjadi pada orang dewasa kemungkinan bisa terjadi saat digunakan pada anak,†kata Dra. Chairun Wiedyaningsih, M.Kes., M.App.Sc., Apt., saat melaksanakan ujian terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan di Fakultas Kedokteran UGM, Senin (20/5).
Mempertahankan disertasi berjudul Faktor Pendorong Peresepan Racikan Untuk Pasien Anak Rawat Jalan, Chairun menyampaikan bahwa kesalahan penghitungan dalam pemberian resep racikan berisiko terhadap munculnya overdosis atau under-dosing . Risiko lain yang mungkin muncul seperti penggunaan formula yang tidak sesuai untuk anak, seleksi senyawa yang tidak tepat, serta memproduksi obat yang tidak stabil. Selain itu, peracikan obat juga bisa diberikan pada pasien tanpa dilakukan uji klins terlebih sangat berisiko bila digunakan pada pasien anak yang lebih rentan terjadi efek samping obat.
“Untuk itu penting untuk memastikan semua zat aktif, zat tambahan, dan formula dalam obat racikan sesuai dengan kondisi pasien serta dengan proses pembuatan yang tervalidasi,†ujarnya staf pengajar pada Fakultas Farmasi UGM ini.
Lebih lanjut disampaikan Chairun, peresepan obat racikan merupakan bagian dari keuptusna dokter dalam melakukan pengobatan. Keputusan ini diambil karena berbagai hal seperti karekteristik pasien, dokter, ketersediaan obat, serta lokasi praktik. Sementara keputusan peresepan yang tepat sangat berperan penting untuk mengontrol pelayanan kesehatan.
Dari hasil penelitian terhadap 22 dokter yang tersebar di lima kabupaten/kota di DIY diketahui bahwa pertimbangan dokter untuk meresepkan obat racikan salah satunya dikarenakan faktor terapi. Keyakinan bahwa meresepkan racikan bermanfaat untuk menyesuaikan pengobatan dengan kondisi klinis pasien merupakan faktor paling berpengaruh. Keputusan meresepkan obat racikan juga digunakan sebagai solusi apabila pengobatan sebelumnya tidak menunjukkan kesembuhan pasien. “Banyak dokter yang meresepkan racikan karena keterbatasan bentuk sediaan obat untuk anak di institusinya. Misalnya saja puskesmas hanya menyediakan obat sediaan generik bentuk obat tunggal dalam sediaan tablet, sementara yang berbentuk sirup sangat terbatas, “tambah Kepala Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat UGM ini.
Disamping itu, lanjutnya, pemberian resep racikan oleh dokter juga didorong oleh faktor yang berhubungan dengan pasien. Dokter meresepkan racikan karena permintaan dari keluarga pasien demi kemudahan dalam meminum obat pada anak. Misalnya mengganti obat tablet dengan bentuk puyer yang lebih praktis untuk diminumkan. Selain itu dengan bentuk puyer dapat diberi tambahan rasa yang disukai anak-anak.(Humas UGM/Ika)