YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada mewisuda 1.598 lulusan yang terdiri 1.335 sarjana dan 263 Ahli Madya. Lama studi rata-rata untuk program sarjana adalah 4 tahun 6 bulan, sedangkan untuk program Diploma adalah 3 tahun 3 bulan. Waktu studi tersingkat untuk jenjang sarjana diraih Dimitri Dairi dari prodi Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya, yang lulus dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Studi tersingkat untuk jenjang Diploma diraih Nimas Ayu Yulianti dari prodi Bahasa Inggris, Sekolah vokasi, yang berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu 2 tahun 4 bulan.
Lulusan sarjana termuda kali ini diraih Fatimah Alzahra dari prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, yang berhasil menjadi sarjana pada usia 19 tahun 4 bulan 12 hari. Wisudawan yang bepredikat cumlaude pada jenjang program sarjana sebanyak 381 orang atau 28,63%, sedangkan predikat cumlaude untuk Diploma sebanyak 36 orang atau 13,69 %.
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) rata-rata lulusan program sarjana adalah 3,29 dengan IPK tertinggi diraih Made Tantrawan dari prodi Matematika, Fakultas MIPA, yang lulus dengan indeks Prestasi Kumulatif 4,00. Sedanglan IPK rata-rata untuk lulusan program diploma adalah 3,12 dengan IPK tertinggi 3,88 diraih Raden Ajeng Retna Puspitadewi Maharani dari prodi Bahasa Perancis, Sekolah Vokasi.
Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., menyampaikan ucapan selamat atas para lulusan yang telah diwisuda. Di pidato sambutannya, Pratikno berpesan agar para lulusan harus mampu menjaga semangatnya untuk membangun bangsa yang saat ini memperingati momentum 105 tahun kebangkitan nasional dan 15 tahun gerakan reformasi. Menurutnya, gerakan ini memang berada dalam ruang dan dimensi waktu yang berbeda namun memiliki semangat yang sama, yakni kecintaan dan semangat untuk membangun dan memajukan bangsa. “Generasi muda harus memiliki semangat tersebut walau diekpresikan dengan cara yang berbeda,†kata Pratikno dalam upacara wisuda yang digelar di gedung Graha Sabha Pramana, Selasa (21/5).
Rektor menambahkan, semangat untuk membangun bangsa dapat diwujudkan dengan cara berkontribusi dalam memberantas korupsi, mempkecil ketimpangan sosial eknomi, dan mengembangkan etika sosial. “Di luar itu, kontribusi dapat dilakukan dengan meningkatkan kompetensi dan profesionalitas agar mampu bersaing di pasar kerja internasional,†ujarnya.
Pentingnya kompetensi daya saing ini diakui Rektor karena Indonesia kini memiliki kekuatan ekonomi yang selalu tumbuh dengan potensi besarnya jumlah tenaga kerja muda produktif. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga kerja terampil dari 55 juta pada tahun 2012 menjadi 113 juta pada 2030. “Dari 113 juta peluang itu, 25 juta tenaga kerja terampil berkualifikasi sarjana dan pasca sarjan, sedangkan 17 juta berkualifikasi pendidikan vokasi,†katanya.
Peluang kerja yang besar itu tidak serta merta akan meningkatkan kemudahan untuk memperoleh pekerjaan yang berkualitas. Pasalnya, globalisasi yang berjalan selama ini tidak hanya membebaskan mobilitas kapital dan barang tapi juga mobilitas jasa dan tenaga kerja antar negara. “Yang paling ekat adalah persaingan antar Negara Asia Tenggara dengan diberlakukannya ASEAN Single Community tahun 2015,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)