YOGYAKARTA – Sering menjadi langganan juara Olimpiade Matematika Internasional di Bulgaria dalam tiga tahun berturut-turut mengantarkan Made Tantrawan, 21 Tahun, menjadi satu-satunya lulusan yang lulus cumlaude dengan nilai IPK tertinggi 4,00 dalam acara wisuda 1.598 lulusan sarjana dan Ahli Madya di Universitas Gadjah Mada, Selasa (21/5).
Anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan I Wayan Berata dan Ni Ketut Kanten ini tidak menyangka jika ia bisa lulus dengan nilai IPK 4,00. Pasalnya ia mengaku sempat mendapat nilai B untuk salah satu mata kuliah. Beruntung, nilai B tersebut hanya mata kuliah pilihan. Sehingga bisa dihapus soalnya Made mengambil mata kuliah pilihan lebih banyak dari yang disyaratkan. “Setelah konsultasi dengan dosen pembimbing, akhirnya bisa dihapus,”kata pria asal Denpasar, Bali ini kepada wartawan, Rabu (22/5).
Selain meraih nilai IPK sempurna 4,00, Made juga lulus dalam tempo 3 tahun 4 bulan, lebih cepat dibanding dengan rata-rata lulusan sarjana yang diwisuda kemarin yang lulus dalam waktu 4 tahun 6 bulan. Apa rahasianya? dengan senyum mengembang, Made menuturkan dirinya tidak memiliki resep khusus kecuali datang kuliah tepat waktu dan selalu mendengarkan dosen saat mengajar agar materi yang disampaikan bisa dimengerti. “Di kelas saya hanya cukup paham dengan materi yang disampaikan. Saat ujian tinggal membaca saja materinya sekilas,”ungkapnya.
Sepulang kuliah, Made mengaku dirinya tidak menghabiskan waktunya luangnya untuk belajar. Sebaliknya, di rumah kontrakannya yang tidak jauh dari kampus, ia justru menyediakan waktu sekitar satu jam sehari hanya untuk mengerjakan soal materi olimpiade Internasional. Ibarat sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, materi olimpiade yang dipelajarinya merupakan materi kuliah tingkat lanjut yang belum ia dapatkan di bangku kuliah. “Karena mau ikut olimpiade, saat awal kuliah saya sudah belajar materi yang seharusnya diajarkan di semester 7. Jadinya saat kuliah tingkat semester 5, 6 atau 7, saya tidak merasa kesusahan dalam penguasaan materinya,” imbuhnya.
Kecintaan Made pada Matematika dimulai sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Ia tidak mengelak, jika ayahnya, I Wayan Berata, guru matematika, telah membantu dan mengenalkannya dengan ilmu berhitung itu. Selanjutnya Made pertama kali ikut olimpiade matematika di bangku SMP. Kendati belum mendapat juara namun ia mewakili Bali dalam Olimpiade Sains Nasional waktu itu. “Setiap mau ikut olimpiade saya sering belajar dengan bapak untuk bahas kunci soal,” kata alumnus SMPN 8 Denpasar ini.
Setelah melanjutkan ke sekolah di SMAN 3 Denpasar, Made dua tahun berturut-turut masuk final OSN tingkat nasional. “Hanya keikutsertaan yang kedua akhirnya bisa mendapat medali emas,” kenangnya.
Meski senang dengan dengan matematika, tidak berarti Made mengabaikan pelajaran lainnya. Ia pun tetap langganan juara umum di sekolahnya. Sebagai juara kelas dan pernah memenangkan medali emas Olimpiade Sains Nasional, Made akhirnya bisa masuk kuliah di jurusan Matematikan FMIPA UGM tanpa tes tahun 2009 lewat Program Penerimaan Bibit Unggul Berprestasi (PBUB).
Kini, setelah lulus sarjana, Made berencana untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana. Beasiswa gratis dari Dikti Kemendikbud diberikan padanya untuk melanjutkan pendidikan S2 dan S3 atas prestasi yang pernah ditorehkannya mengharumkan nama Indonesia di tingkat internasional, yakni meraih medali perak dalam olimpiade Matematika Internasional di Bulgaria tahun 2010, lalu medali perunggu di tahun 2011 dan kembali meraih perak di kompetisi yang sama tahun 2012. “Saya akan melanjutkan studi S2 di UGM,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)