Selama satu dekade pasca reformasi, berbagai kasus korupsi telah terbongkar di sektor kesehatan dalam level pemerintah pusat ataupun daerah. Menjelang pemilu di tahun 2014, dikhawatirkan korupsi akan semakin meningkat dan sektor kesehatan dapat menjadi sektor yang rawan.
“Karena itu, secara akademik masalah korupsi di sektor kesehatan perlu dipelajari secara mendalam guna mencegah tindak korupsi,” ujar DR. dr. Sugiri Syareif, MPA, Ketua KAGAMA Kedokteran di Ruang Rapat Senat Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (22/5) di pada seminar Pencegahan Korupsi di Sektor Kesehatan.
Sebagai mantan Sekjen KPK, Sugiri mengatakan dokter-dokter rawan melakukan korupsi melalui tindakan malpraktek. Ia menilai dokter atau tenaga medis melakukan tindak korupsi terkadang karena mendapat tekanan dari luar atau memang yang bersangkutan memiliki jiwa serakah.
“Peluang sangat besar untuk bisa korupsi di sektor kesehatan. Untuk itu, tenaga medis perlu menjaga diri melalui integritas tinggi yang dimiliki. Mereka sudah saat dibekali pengetahuan tentang hal ini, hukum dan berbagai kebijakan agar jangan sampai mereka ikut-ikutan terseret ke meja hijau,” katanya.
Sebagai pakar anthropologi ragawi FK UGM, Prof. drg.Ety Indriati, Ph.D mengungkapkan korupsi bisa dikenali dari eufemisme, linguistik dan budaya. Kala seorang diduga pelaku korupsi diinterogasi, maka tindak korupsi bisa dideteksi dari eufemisme dan bahasa yang muncul.
Kata Etty, struktur masyarakat telah berubah, dari kondisi 2000 tahun lalu dengan saat ini. Dengan jumlah penduduk yang mencapai jutaan, akan berbahaya bila kekuasaan menjadi diskresi monopoli. “Karena itu kekuasaan saat ini harus di share dengan partisipasi masyarakat. Kekuasaan yang diselewengkan rawan terjadi korupsi,” ungkap Etty Indriati.
Sementara itu, mantan Irjen Kemenkes RI, dr. Krisnajaya, MS mengungkap korupsi di sektor kesehatan banyak terjadi pada pengadaan barang dan jasa. Korupsi yang pernah terjadi adalah untuk pengadaan vaksin flu burung dan alat peraga.
Menurut Krisnajaya, tindak korupsi sektor kesehatan terjadi karena adanya pola pengawasan yang tidak baik. Anggaran Kesehatan 2004 sebesar 4 triliun rupiah menjadi 18 triliun di tahun 2014 menggoda untuk terjadi tindak korupsi. “Pengawasan mestinya dilakukan terus menerus, karena itu sistim di internal harus dibangun dengan baik,” jelasnya. (Humas UGM/ Agung)