Tim kayak Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Gadjah Mada (MAPAGAMA) berhasil menuntaskan ekspedisi pengarungan sungai Sun Koshi, Nepal. Selama sembilan hari, 7-16 Mei 2013 sembilan anggota MAPAGAMA menaklukan pengarungan sejauh 282 kilometer.
Sungai Sun Koshi merupakan sungai yang menjadi hilir untuk enam sungai besar lain yang berada di tenggara Nepal. Titik finish pengarungan yang berada dikawasan Koshi Tapu Wildlife Reserved yang hanya berjarak dua jam perjalanan dari menuju perbatasan Nepal dan India.
Kurnia Fahmy, official tim MAPAGAMA menyampaikan kegiatan pengarungan berjalan lancar dan sesuai dengan rencana. Dalam sehari pengarungan rata-rata menempuh jarak 30 kilometer dengan waktu operasional pengarungan dari jam 09.00 sampai dengan jam 15.00. “Selama enam jam operasional pengarungan, tim kayak MAPAGAMA melewati 20-30 jeram perharinya. Jenis jeram yang di lalui di sungai Sun Koshi sangat beragam, mulai dari flat water sampai dengan jeram terbesar sepanjang satu kilometer,” ungkapnya Kamis (23/5) di Kampus UGM.
Fahmy menuturkan kondisi sungai Sun Koshi sangat berbeda dengan kebanyakan sungai di Indonesia yang banyak terdapat batu-batu besar di tengah sungai. Batu-batuan besar di tengah sungai justru sangat jarang di jumpai di jeram sungai Sun Koshi. Selain itu, sungai Sun Koshi memiliki penampang yang lebar. Jeram terbentuk karena debit sungai yang besar dan gradien sungai yang cukup tinggi. “Di beberapa titik, jeram terbentuk sepanjang 500 meter sampai dengan 1 kilometer tanpa jeda,”ujarnya.
Sungai Sun Koshi merupakan salah satu sungai dengan jalur pengarungan terpanjang di Nepal. Kondisi tersebut memunculkan sejumlah tantangan tidak hanya dari sisi teknis namun juga sisi non teknis. Selama empat hari tim kayak MAPAGAMA berada di tengah pedalaman Nepal tanpa akses komunikasi dan transportasi yang memadahi. Sehingga apabila terjadi kecelakaan proses evakuasi akan sangat sulit di lakukan. “Ketahanan fisik sangat diuji dalam pengarungan ini. Setiap harinya kami harus mendayung sepanjang 30 kilometer melewati banyak jeram yang membutuhkan teknik yang cukup untuk melaluinya,” imbuh Aryati Larasati, salah satu atlet MAPAGAMA yang turut dalam pengarungan tersebut.
Ketahanan tubuh, lanjut Laras, juga semakin diuji saat mendayung pada flat water dan disertai angin yang bertiup kencang dari hulu. “Tidak mudah untuk mendayung melawan arus angin, ketika dayung sudah terkayuh ternyata kayak tidak juga beranjak dari awalnya, ini sangat menguras tenaga,”jelasnya. (Humas UGM/Ika; foto: Dwi Oblo)