YOGYAKARTA – Mahasiswa Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran sekaligus penerima beasiswa Bidikmisi angkatan 2010, Birrul Qodriyyah, berhasil terpilih sebagai mahasiswa berpestasi UGM 2013. Mahasiswa asal Jetis, Bantul, Yogyakarta ini terpilih untuk mewakili UGM dalam kompetisi pemilihan mahasiwa beprestasi tingkat nasional Agustus Mendatang. Birrul, demikian ia akrab disapa, berhasil menyisihkan 22 mahasiswa berprestasi lainnya melalui seleksi Supercamp yang diadakan oleh komunitas Mahasiswa Berprestasi (Kommapres) UGM dan Direktorat Kemahasiswaan UGM pada tanggal 19-21 April 2013 silam.
Keterpilihan Birrul menjadi mahasiswa berprestasi UGM tentunya tidak hanya didukung oleh prestasi akademik yang mencolok dimana hingga semester 6 ia memiliki IPK 3,74. Lebih dari itu, putri sulung dari pasangan Jawahir dan Siti Mujahadah Sholikhah ini memiliki prestasi di luar akademik. Setidaknya terhitung sejak tiga tahun kuliah ia pernah juara di 27 event perlombaan dalam berbagai kategori mulai dari lomba pidato, karya tulis, Musabaqoh Syarhil Qur’an, Musabaqoh Tilawah Qur’an hingga lomba baca puisi. Namun begitu Birrul mengaku hanya mengoleksi 20-an tropi saja di rumahnya. “Jika di hitung sejak SD saya sudah pernah juara 41 kali dalam perlombaan,” kata Birrul sumringah.
Perempuan yang berperawakan mungil yang sehari-hari mengenakan jilbab ini mengaku prestasi yang didapatkannya bukanlah prestasi yang perlu ia banggakan atau menambah daftar panjang curriculum vitae. Kok bisa?
Birrul bercerita, keikutsertaannya dalam mengikuti perlombaan didorong oleh niat untuk mendapatkan uang guna membiayai sekolahnya. Pasalnya, orang tuanya hanyalah buruh tani dengan penghasilan dibawah Rp 300 ribu sebulan sehingga mereka kesulitan membiayai sekolah dua anaknya. Pernah saat Birrul ingin melanjutkan sekolah ke SMP, ayahnya menjual perabot rumah, salah satunya mesin jahit milik mereka satu-satunya. “Tiap berangkat sekolah jarang diberi uang saku, kalau pun dikasih hanya Rp 100. Di kantin saya hanya bisa beli permen,” kenang Birrul.
Jarang Nonton Televisi
Rumahnya yang ada di Dusun Puton, Jetis Bantul dalam kondisi sederhana, tidak ada televisi di ruang tamu, perabotan, kursi tamu apalagi kendaraan bermotor. Yang paling mewah hanya sebuah seterika listrik. Pasca gempa 2006, kata Birrul, rumahnya sampai sekarang belum juga selesai direhab. Hampir semua lantai rumah beralaskan tanah, hanya lantai kamar untuk belajar yang sudah berlantai. “Itu pun cor semen kasar dan berisi satu meja agar kami berdua bisa belajar,” kata anak sulung dari dua bersaudara ini.
Kendati dari berasal keluarga kurang mampu, hidup pas-pasan, Birrul tidak pernah patah semangat untuk menggapai mimpinya. Sadar jika orang tuanya tidak bisa berbuat banyak, Birrul justru ingin meringankan beban orang tuanya. Salah satunya dengan cara mengikuti berbagai perlombaan. Siapa tahu menang dan hadiahnya bisa untuk ditabung. Kemampuan berpidato, Birrul berlatih dengan salah satu gurunya di SMA. Lomba Sari Tilawah ia belajar dengan ayahnya. Sedangkan kemampuan membaca puisi dan menulis ia dapatkan secara otodidak.
Kejuaraan demi kejuaraan selalu ia ikuti. Dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional ia lakoni. Hampir semua menang, uang hadiah tersebut lalu ia tabung untuk membiayai sekolahnya, membeli buku-buku atau membeli pakaian lebaran. Dari uang hadiah yang ia tabung sejak SD itulah akhirnya bisa membeli motor bekas setelah lulus SMAN 2 Bantul.
Selain sering menang lomba, Birrul juga langganan juara kelas di SMPN 1 Jetis Bantul. Sering juara kelas mendatangkan manfaat bagi Birrul. Beberapa orang tua mendatanginya untuk meminta ia mengajar les privat pada anak mereka. Sejak SMP, Birrul sudah mengajar les privat anak SD, begitu pun saat duduk di bangku SMA , setiap hari mengajar privat anak SMP.
Kebiasaannya mengajar privat berlanjut saat kuliah di UGM. Sehabis pulang kuliah, menjelang magrib, Birrul mendatangi anak didiknya mengajar les privat di tiga tempat sekaligus. Ia lakoni pekerjaannya ini tiga kali seminggu. Di sela itu, ia mengajar Taman Pengajian Al Quran (TPA) dekat rumahnya dan mengajar ekstrakurikuler PMR di sebuah sekolah swasta di kota Yogyakarta. Dari pekerjaan sampingannya mengajar les privat, Birrul mengaku mendapatkan tambahan uang honor Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu sebulan. “Bisa untuk menambah uang saku,” kata Birrul yang sejak kuliah sudah tinggal di asrama secara gratis yang dibiayai Dhompet Dhuafa.
Semenjak terpilih sebagai mahasiswa berprestasi UGM, Birrul kini kebanjiran undangan untuk mengisi acara seminar motivasi yang digelar himpunan mahasiswa di lingkungan UGM. Bahkan tidak jarang ia juga diundang untuk memberi motivasi di sekolah-sekolah untuk menularkan semangatnya bagaimana bisa sukses berprestasi meski berasal dari keluarga sederhana. (Humas UGM/Gusti Grehenson)