YOGYAKARTA – Empat mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Arif Foranto, Dimas Andri Himawan, Rachmi Dzikirna dan Samuel Goldwyn Simangunsong berhasil meraih Fali Nariman Award, yakni Honourable Mention for Best memorandum on Behalf of Respondent dalam kompetisi peradilan semu (moot competition), The Tenth Annual willem C. Vis East International commercial Arbitration Moot, Hongkong, 11-17 Maret 2013 lalu. Kompetisi peradilan semu paling bergengsi di dunia ini diikuti 93 tim dari 53 negara diantaranya, Amerika Serikat, China, Australia dan Jerman. Sementara dari Indonesia diwakili tiga tim, yakni UGM, Universitas Padjajaran dan Universitas Pelita Harapan.
“Yang membanggakan, salah satu peserta kita, Samuel Goldwin Simangunsong masuk 14 besar oralist terbaik dari 199 oralist,” kata ketua pembina Komunitas peradilan semu Fakultas Hukum UGM, Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M., M.A., kepada wartawan, kamis (30/5).
Heribertus mengatakan keberhasilan mahasiswa UGM dalam ajang kompetisi internasional ini membuktikan kemampuan mereka dalam dalam mempraktikan keterampilan hukum tidak kalah bersaing dengan mahasiswa fakultas hukum dari universitas internasional terkemuka lainnya. “Mereka telah berusaha keras untuk mendapatkan penghargaan menjadi yang terbaik, prestasi yang mereka dapatkan sudah sepantasnya kita apresiasi,” ujarnya.
Salah satu anggota tim CIMC, Rachmi Dzikirna mengatakan dua penghargaan yang mereka dapatkan di Hongkong tidak lepas dari hasil kerja keras mereka selama 6 bulan untuk mengerjakan berkas hukum (memorandum). Tidak hanya itu, mereka juga menghabiskan waktu untuk melakukan berbagai riset dan pengembangan argumen serta latihan oral pleading.
Saat kompetisi, tim CIMC UGM menjadi tim tergugat dalam simulasi kasus pelanggaran kontrak perdagangan internasional, yakni keterlambatan pengiriman kakao pada salah satu perusahaan manufaktur. “Kita menjadi pengacara dari perusahaan yang mengirim kakao,” katanya.
Keikutsertaannya untuk pertamakali dalam kompetisi internasional diakui Rachmi menambah pengalaman baginya karena ia bisa berdebat dan mempertahankan argumentasi dalam bahasa inggris dengan mahasiswa asing yang rata-rata mahasiswa program master. “Lawan-lawan kita rata-rata mahasiswa S2, tim UGM semuanya masih mahasiswa S1,” imbuhnya.
Samuel Goldwin Simangunsong yang berhasil jadi 20 besar oralist terbaik dalam kompetisi tersebut mengaku dirinya sangat bangga dinobatkan sebagai salah satu the best oralist. Kemampuan mempertahankan argumen dalam menjawab pertanyaan juri menjadi faktor kunci. Tidak jarang, pertanyaan juri di luar perkiraan peserta. “Saya sempat ditanya, kenapa pengacara harus dibayar dengan uang, kenapa tidak dengan coklat atau sebagainya,” kata mahasiswa angkatan 2010 ini.
Selain prestasi Willem C. Vis Moot East, Tahun 2012 lalu komunitas peradilan semu FH UGM juga telah menorehkan prestasi tingkat internasional lainnya diantaranya menjadi delegasi indonesia dalam Phililip C. Jessup Internastional Law Moot Court Competutusn di Amerika Serikat, meraih Spirit of the Moot Award dalam di Brisbane Australia. Tim Foreign Direct Investment berhasil meraih peringkat ketiga dari 39 tim di Boston. Selanjutnya di punghujung tahun tim international humanitarian Law (IHL) meraih 2 award sekaligus dalam National Round of Red Cross Asia Pacific International Humanitarian Law Moot.(Humas UGM/Gusti Grehenson)