Kemerdekaan Indonesia seharusnya bukan kemerdekaan yang didasari dan diisi oleh nilai-nilai dari luar. Tetapi kemerdekaan yang semestinya didasari dan diisi oleh nilai Pancasila.
Menurut Prof. Dr. dr. Sutaryo, sebagai pewaris kemerdekaan dan dasar negara, banyak pihak dinilai telah sembrono memperlakukan warisan-warisan yang luhur. Bahkan rasa-rasanya bangsa Indonesia saat ini dinilai telah menjual kemerdekaan yang dimiliki.
“Sampai-sampai kita pun mungkin tak yakin dalam 10 tahun ke depan, apakah NKRI masih ada,” ujarnya di Balai Senat UGM (30/5) pada Kursus Pancasila bertajuk Membangun Peradaban Baru Indonesia Berdasar Pancasila.
Meski telah merdeka, kata Sutaryo, kenyataan masih banyak yang belum merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Banyak kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup bersama dipengaruhi asing.
Negara yang dibentuk dari ujung Sumatra hingga Merauke pun terancam terpecah-pecah karena keterlibatan mereka.
“Kebijakan semua untuk semua saat Soekarno tidak ada lagi. Meski begitu kita harus optimis, dengan kursus Pancasila, kita selesaikan semua itu dengan bersatu dan merapatkan barisan,” katanya lagi.
KH. Muhammad Jazir, ASP yang membicarakan Pancasila: Harmonisasi Agama, Ekonomi dan Budaya mengatakan Bangsa Indonesia sudah saatnya “banting stir” melihat ideologinya sendiri. Ideologi Pancasila telah terbukti berhasil membebaskan bangsa dari Imperialism barat masa lalu guna menata kehidupan, menentukan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat untuk konteks bangsa sendiri.
“Pancasila adalah ideologi penggerak yang mampu membangun kesatuan Indonesia yang kokoh diatas puing kolonialisme barat, bahkan telah menginspirasi lebih separo dunia untuk memerdekakan diri dari penjajahan imperialis barat yang bercokol beratus-ratus tahun di Asia-Afrika,” ungkap Muh. Jazir.
Yudi Latief, M.A., Ph.D, Tim Ahli Pusat Studi Pancasila UGM menambahkan perkembangan ideologi akhir-akhir ini cukup menarik. Sebab mereka yang berideologi kiri setelah sempat berliku-liku pada akhirnya masuk jalur Pancasila. Demikian pula mereka para penganut ideologi kanan.
Kata Yudi, ada banyak jalan menuju Pancasila. Sebagai contoh, krisis finansial yang terjadi di AS, Presiden Obama pun pada akhirnya memilih cara-cara pendekatan Pancasila sebagai upaya pemulihan.
“Kita saja malah yang inferior, tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)