Fenomena yang terjadi di masyarakat memperlihatkan telah terjadi penurunan sikap jujur, rukun dan hormat pada remaja. Hal tersebut tercermin dengan maraknya perilaku menyontek maupun plagiasi, perkelahian antarkelompok atau tawuran remaja, serta sikap remaja yang kurang unggah-ungguh kepada orang tua maupun orang yang lebih tua.
Karena itu, nilai jujur, rukun, dan hormat menjadi nilai-nilai yang dipandang penting oleh para orang tua untuk ditransmisikan kepada anak. Orang tua tentu terus berupaya mengajarkan nilai-nilai jujur, rukun, dan hormat kepada anak melalui proses pengasuhan dalam keluarga.
Sri Lestari, S.Psi., M.Si, dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, mengatakan hubungan orang tua dan anak menjadi jalur transmisi nilai dari orang tua kepada anak. Nilai jujur, kata dia, menjadi nilai yang paling sulit ditransmisikan dibanding nilai rukun dan hormat. Nilai jujur yang telah disampaikan oleh orang tua pada anak, sulit diketahui penerimaan dan penerapannya pada anak.
“Pemantauan orang tua sekalipun tidak dapat berfungsi untuk mengetahui kejujuran anak,” katanya di Fakultas Psikologi UGM, Jum’at (31/5) saat menjalani ujian terbuka program doktor ilmu psikologi.
Kata Sri Lestari, penerapan nilai jujur oleh anak ke dalam bentuk perilaku, juga tidak mudah dilakukan karena melibatkan kepekaan emosi moral serta fleksibilitas dalam pertimbangan moral dan sosial ketika mengambil keputusan. Sedangkan, nilai rukun dipandang sebagai nilai paling mudah ditransmisikan dibanding nilai jujur dan nilai hormat, sebab nilai rukun mudah diterjemahkan oleh anak-anak dalam bentuk perilaku.
“Penerimaan dan penerapan nilai rukun oleh anak dalam kehidupan sehari-hari lebih mudah dilakukan karena bila anak berperilaku tidak rukun, orang tua dapat segera meluruskannya,” ujarnya saat mempertahankan desertasi “Konsep dan Transmisi Nilai-Nilai Jujur, rukun, dan Hormat”.
Hasil survei terhadap 116 keluarga yang terdiri ayah, ibu dan anak remaja di Surakarta, Sri Lestari menyatakan bila praktek pengasuhan di keluarga memperlihatkan orang tua melakukan transmisi nilai jujur, rukun dan hormat, dengan harapan agar nilai-nilai tersebut dapat dijadikan panduan bagi anak dalam berperilaku. Dalam transmisi nilai jujur kepada anak, ayah berperan sebagai teladan dalam berperilaku jujur. Peran sebagai teladan tersebut lebih menonjol dibanding dengan peran ibu.
Namun sayang, dalam transmisi nilai jujur, orang tua belum mengembangkan kepekaan emosi moral yang menjadi kunci penting penerapan nilai jujur menjadi perilaku nilai jujur. “Akibatnya, nilai jujur masih menjadi pengetahuan bagi anak, tetapi belum mendorong anak untuk selalu berperilaku jujur, terutama bila di luar pengawasan orang tua,” papar Sri Lestari yang didampingi promotor Prof. Dr. Bimo Walgito dan ko-promotor Prof. Dr. Faturochman, MA dan Dr. M.G. Adiyanti, MS. (Humas UGM/ Agung)