Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Drs. Triyono Budi Sasongko, M.Si mengakui beberapa segmen batas negara wilayah darat dan laut hingga kini masih belum tuntas. Masih terdapat segmen bermasalah berupa Outstanding Boundary Problems (OBP), Unresolved, Unsurveyed dan sejumlah batas maritim yang belum dapat diselesaikan.
Karena itu, kondisi kawasan perbatasan yang belum sepenuhnya aman/tertib menyebabkan sering terjadi kasus-kasus pelanggaran batas negara dan lintas batas negara yang berpotensi merugikan negara. Secara fisik maupun arus komunikasi/informasi, banyak kawasan perbatasan masih terisolir. Masih pula banyak desa-desa tertinggal pada kawasan perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar (PPKT), karena terbatasnya infrastruktur/sarana prasarana pelayanan publik.
“Bisa kita lihat kondisi sosial ekonomi warga masyarakat perbatasan, termasuk yang di PPKT masih rendah. Jumlah rumah tangga sasaran (RTS) masih tinggi dan indeks pembangunan manusia masih rendah, padahal potensi sumberdaya yang dimiliki cukup besar baik perbatasan darat maupun laut. Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat dengan negara tetangga khususnya RI dan Malaysia serta Singapure tentu dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan berpotensi terhadap degradasi jiwa nasionalisme,” katanya di ruang Balai Senat, Rabu (5/6) saat menjadi keynote speech Seminar Nasional Cetak Biru Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia.
Kata Triyono Budi Sasongko, perlu perubahan paradigma, dari paradigma inward looking menuju paradigma outward looking. Paradigma inward looking, melihat perbatasan negara hanya sebagai wilayah pertahanan yang harus dijaga secara militeristik (security approach), sementara paradigma outward looking memandang NKRI sebagai satu entitas yang memiliki elemen kedaulatan, wilayah penduduk yang harus dilindungi secara utuh.
Bahwa perbatasan negara disamping sebagai wilayah pertahanan, juga memiliki sumber daya yang harus dipergunakan secara ramah lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Tidak hanya dengan security approach, perlu pula mempertimbangkan properity approach dan environment approach. Karena itu, perbatasan negara yang memiliki posisi strategis, harus dapat dijadikan beranda depan sekaligus pintu gerbang perdagangan dengan negara tetangga,” ungkap Triyono.
Secara kelembagaan dan manajerial, Triyono kembali mengakui bila posisi kelembagaan pengelola perbatasan hingga kini masih lemah. Belum ada sistem, kebijakan dan instrumen pengelolaan perbatasan negara yang terintegrasi. Sistim perencanaan komprehensif, baik yang bersifat sektoral maupun spasial pun belum tersedia.
“Telah terjadi parsialitas, dimana kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan banyak tersebar di Kementrian dan Lembaga. Lemahnya koordinasi, integrasi, sinergitas, dan sinkronisasi (KISS) menjadikan banyak kementrian dan lembaga sektoral teknis belum terlibat secara langsung,” ujarnya.
Untuk itu, sebagai agenda utama pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan perlu melakukan penetapan dan penegasan batas wilayah negara dan meningkatkan upaya pertahanan, keamanan dan penegakan hukum. Selain itu, perlu melakukan pengembangan ekonomi kawasan, meningkatkan pelayanan sosial dasar masyarakat dan penguatan kapasitas kelembagaan perbatasan negara.
“Karena itu, saya menyambut baik terbitnya buku Gagasan Pembangunan Kawasan Perbatasan Darat di Bidang Pengelolaan Potensi oleh UGM, sebagai upaya mewujudkan blue print dalam mengelola perbatasan negara, sekaligus sebagai salah satu pedoman dalam menyusun program-program,” imbuhnya.
Bagi Rektor Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc, BNPP memiliki peran yang sangat berat. BNPP dituntut mampu memberikan banyak bekal yang cukup bagi anak bangsa diperbatasan agar memiliki rasa bangga terhadap Indonesia. “Bagaimana ceritanya anak bangsa diperbatasan mengenal lagu Indonesia Raya, hapal Pancasila namun mereka tidak pernah merasakan kehadiran negara ditengah mereka, inilah peran BNPP yang harus segera dilakukan agar mereka mempunyai rasa bangga di saat menyeberang ke negara tetangga,” papar Rektor.
Kehadiran BNPP sendiri, kata Rektor, butuh struktur government yang jelas. Karena BNPP berada diantara kementerian dengan sektor-sektor yang sudah ada. “Karena di awal-awal dulu, saya terlibat dipembentukan BNPP, saya selalu tekankan perlu ada kejelasan mana yang harus ada dibawah kontrol BNPP dan mana yang dikendalikan oleh kementerian sektoral tetapi melalui BNPP dan yang diearmark oleh BNPP sebagai daerah perbatasan oleh kementerian sektoral,” ungkapnya.
Sementara itu, Drs. Joko Christanto, M.Sc sebagai salah penyusun buku Gagasan Pembangunan Kawasan Perbatasan Darat di Bidang Pengelolaan Potensi, Upaya Mewujudkan Blue Print menjelaskan setidaknya ada 60-an program yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kepentingan kemajuan perbatasan. Program ini tersebar secara sektoral di 29 Kementerian/Lembaga pemerintah non kementerian dan tidak memiliki keterkaitan yang jelas dalam koordinasi yang mantap, sehingga hasilnya pun tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan di perbatasan.
“Ketertinggalan, keterisolasian, keterbelakangan, kemiskinan dan predikat-predikat lain yang menunjukkan kekurang berhasilan penanganan perbatasan merupakan fakta dan isu strategis manajemen perbatasan, sehingga mendesak direspon dengan pembentukan BNPP sebagai badan pengelola yang salah satu fungsinya melakukan koordinasi pengelolaan perbatasan,” jelasnya.
Dalam seminar yang diselenggarakan UGM, PUSPERTRANTAS Fakultas Geografi UGM dan BNPP, hadir pula pembicara Direktur Kerjasama Internasional Kemenhan, Brigjen. TNI Jan Pieterate, Dr. Endi Haryono salah satu Tim Kelompok Kerja Kajian Perbatasan UGM, Direktur Kawasan Khusus dan daerah Tertinggal Bappenas, Ir. R. Aryawan Soetiarso Poetro, M.Si dan Prof. Dr. Suratman, M.Sc Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM. Pembicara lainnya Dr. Jamhari, M.P, Dekan Fakultas Pertanian UGM, Deputi Pengelolaan Potensi kawasan Perbatasan BNPP, Dr. Ir. Suhatmasyah IS, M.Si, Bupati Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, Ir. H. Setiman H. Sudin serta Dekan Fakultas Geografi, Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc. Disela-sela seminar dilakukan penandatanganan kerjasama antara UGM dan BNPP. (Humas UGM/ Agung)