UGM mengadposi Pulau Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Program adopsi tersebut merupakan bagian kerjasama UGM dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI dalam upaya pengelolaan pulau-pulau kecil Indonesia. Penandatangan naskah kerjasama berlangsung Jum’at (7/6) di Gedung Pascasarjana UGM.
Direktur Jendral Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K)) Kementrian Kelautan danPerikanan RI, Dr. Sudirman Saad, M.Hum., mengatakan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari keseluruhan pulau tersebut, Indonesia memiliki 92 pulau kecil terluar dengan 31 pulau diantaranya berpenghuni sementara 61 pulau lainnya tidak berpenghuni.
“Menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mengelola pulau-pulau kecil terluar tersebut, khususnya 31 pulau berpenghuni. Pasalnya pulau-pulau kecil terluar memiliki peran penting dan strategis,terutama dalam hal kedaulatan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Sudirman Saad menyebutkan pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar sangat penting karena dengan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional. Hanya saja saat ini kebanyakan pulau-pulau kecil dan terluar dalam kondisi yang memprihatinkan dengan aksesibilitas transportasi dan infrastruktur yang kurang memadai, serta akses pendidikan, kesehatan, dan sanitasi yang masih jauh dari standar.
“Maka dari itu pemerintah berupaya mengembangkan program terpadu lintas kementrian dengan melibatkan perguruan tinggi untuk mengembangkan program “Adopsi Pulau” guna mengeakselerasi pembangunan pulau kecil dan terluar, salah satunya dilakukan dengan UGM ini. Program ini juga akan terus dilakukan bekerjasama dengan dengan berbagai perguruan tinggi lainnya di Indonesia untuk pengelolaan 31 pulau-pulau kecil terluar berpenduduk,” urainya.
Perjanjian kerjasama UGM dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI dilakukan selama tiga tahun ditujukan untuk percepatan pelaksanaan pembangunan, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan melalui Pengelolaan Pulau Alor dan perairan di sekitar Kabupaten Alor, NTT. Adapun ruang lingkup kerjasama meliputi identifikasi, pemutakhiran, pemanfaatan, danpengembangan data potensi sumberdaya, lingkungan, kependudukan, dan infrastruktur pulau kecil terluar, penataan ruang pulau kecil dan terluar, serta pemanfaatan hasil penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk pengelolaan pulau kecil terluar. Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan lokal, pengembangan usaha dan mata pencaharian alternatif, peningkatan kualitas lingkungan dan konservasi kawasan dan jenis ikan, serta mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Bupati Alor, Drs.Simeon Th.Pally dalam kesempatan itu menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada UGM dan pemerintah yang telah menunjukkan kepedulian pada masyarakat Alor dengan program Adopsi Pulau tersebut. Harapannya, melalui program itu dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Alor.
Simeon memaparkan Kabupaten Alor memiliki 15 pulau dengan 9 pulau diantaranya berpenghuni dan 6 pulau tidak berpenghuni. Merupakan pulau yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.
“Kami memiliki berbagai potensi alam terutama perikanan seperti ikan rumput laut, dan teripang yang sangat melimpah. Hanya saja selama ini belum dikelola secara maksimal karena keterbatasan dana dan infrastruktur. Sehingga melalui kerjasama ini diharapkan mampy mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Alor dengan memaksimalkan pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada,” tuturnya.
Sementara Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., mengatakan UGM berkomitmen untuk menyukseskan program Adopsi Pulau untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan pulau-pulau kecil terluar Indonesia salah satunya ditandai dengan kesediaan membantu pengelolaan salah satu pulau yakni Pulau Alor .
Lebih lanjut Pratikno menyampaikan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil terluar merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Pasalnya, pulau-pulau kecil terluar tersebut apabila dikelola dengan baik akan memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Memang saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro menunjukkan peningkatan. Namun jika dilihat secara mikro dengan lebih detail kondisinya sangat mengenaskan,” jelasnya.
Perekonomian Indonesia, lanjutnya, justru tumbuh karena eksploitasi sumber daya alam yang berlebihana. Sementara sebagai negara kepualauan, sektor perikanan hanya berkontribusi kecil yang hanya memberikan kurang dari 20 persen terhadap PDB.
“Dari laut hanya menyumbang 34 persen. Sangat berbeda dengan sejumlah seperti islandia, Thailand, dan Chilli yang merupakan negara kecil tetapi sector perikanannya mampu berkontribusi 30 hingga 50 persen,” paparnya.
Untuk itu, Pratikno menegaskan bahwa Indonesia harus memulai kebangkitan perekonomian Indonesia. Salah satunya dengan memandang segala hal dengan lebih detail salah satunya menggali sumber daya alam yang tidak tersaingi yaitu kelautan. (Humas UGM/Ika)