YOGYAKARTA – Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Prof. Dr. Sudjito, menyesalkan pelaku korupsi yang dijadikan tersangka oleh KPK adalah para mantan aktivis mahasiswa. Mereka yang sebelumnya tampil mewakili kepentingan rakyat dan berbuat atas nama rakyat. Kendati tidak menyebut nama mantan aktivis yang dimaksud, menurut Sudjito, penyebab mantan aktivis menjadi koruptor disebabkan tidak ada satupun perguruan tinggi di Indonesia di masa lalu yang mengajarkan ilmu anti korupsi.
Kondisi sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem kepartaian, sistem hukum dan sistem hukun kehidupan bernegara yang menurutnya memberi ruang untuk terjadinya korupsi, “Sistem yang korup begitu kuat menyebabkan individu yang dulunya tergolong baik bermoral, jujur pun larut dan sistem yang korup tersebut,” kata Sudjito dalam diskusi seminar ‘Korupsi Mengkhianati Pancasila’ di Ruang seminar Fisipol, kemarin Sabtu (8/6).
Ideologi asing, individualieme, liberalisme, kapitatalisme dan sekulerisme juga turut serta mengubah pola pikir para mantan aktivis mahasiswa yang tidak lagi mendahulukan kepentingan bangsa dan Negara dalam menjalankan perannya. “Demi kekuasaan, demi partai, demi kelompok dan demi diri sendiri mereka masuk ke dalam sistem yang korup,” ujar dosen ilmu hukum fakulta Hukum UGM ini.
Dia menyarankan para aktivis mahasiswa jangan sekali-kali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi, jabatan dan kekuasaan, karena akan mengakibatkan kerusakan moral, akhlak dan perilaku. “Kita sangat prihatin saat ini semakin marak money politic, gratifikasi dan transaksional untuk mendapatkan jabatan di pemerintahan,” katanya.
Oleh karena itu, imbuhnya, upaya pencegahan korupsi tak kalah pentingnya daripada pemberantasan korupsi, Sudjito mengusulkan semua perguruan tinggi tidak terkecuali UGM memainkan peran pencegahan korupsi itu melalui reformasi kurikulum, mengembalikan mata kuliah agama, budi pekerti, kewarganegaraan dan pancasila sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri. “Perguruan tinggi juga melakukan internalisasi nilai-nilai pancasila kepada civitas akademika secara intensif,” katanya.
Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Dr. Revrisond Baswir berpendapat gerakan anti korupsi seyogyanya diikuti dengan gerakan anti kapitalisme. Pasalnya ia mengkhawatirkan isu gerakan anti korupsi potensial ditunggangi pemilik modal asing agar bisa menguasai aset bangsa Indonesia lewat dibukanya kran investasi. “Jangan sampai gerakan anti korupsi untuk memuluskan aksi kapitalisme,” kata Soni, sapaan akrab Revrisond.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini tidak sepakat jika ada pihak yang menginginkan salah satu perusahaan BUMN dijual kepada pihak asing karena tersangkut perkara korupsi atau menunjukkan kinerja yang kurang baik. “Kita tidak ingin isu korupsi untuk mendatangkan modal asing,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Soni menyampaikan kritikan pedasnya pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang menurutnya sebagai lembaga anti rasuah ternyata masih menerima bantuan dari lembaga internasional. Padahal bantuan tersebut disinyalir berasal dari dana kapitalisme global. “Saya pernah tanyakan ini ke komisioner KPK dan mereka mengaku menerima. Sangat disayangkan, ” kata Soni. (Humas UGM/Gusti Grehenson)