Inti ijtihad politik Gus Dur adalah untuk mementingkan kesatuan wilayah dan kesatuan jiwa atas agama demi membangun kebangsaan atau nasionalisme serta generasi penerus. Ini merupakan manifetasi dari keyakinan dan kepeduliannya terhadap upaya penerapan syariah Islam, yang humanis dan universal dengan upaya-upaya yang serius untuk memberi alternatif pemikiran terhadap penyelesaian berbagai persoalan bangsa dan Negara tanpa harus mengorbankan siapa-siapa, tetapi menghormati semua golongan dan pihak.
Demikian dikatakan Munawar Ahmad SS MSi saat melaksanakan ujian terbuka program doktor, Selasa (18/12) di Sekolah Pascasarjana UGM. Dosen Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga tersebut, mempertahankan desertasi berjudul “Kajian Krisis Terhadap Pemikiran Politik KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) 1970-2000†dengan bertindak selaku promotor Prof Dr Yahya Muhaimin dan ko-promotor Prof Dr Mohtar Mas’oed MA serta Dr Purwo Santoso MA.
Dalam maqashid syariah, kata Munawar, perjuangan Gus Dur guna menegakkan Ad Daruriat (keharusan-keharusan pokok) adalah suatu keniscayaan yang harus ada, demi kelangsungan kehidupan manusia. Keniscayaan tersebut, yakni menyelamatkan agama, jiwa, akal, harta, keturunan dan harga diri.
“Adapun sumber dari penyebab hilangnya keniscayaan berasal dari kekerasan, aniaya dan kejahatan,†ungkapnya.
Lebih lanjut, Munawar menjelaskan, ide Gus Dur tentang pribumisasi Islam dan Implemetasi Islam sebagai etika sosal tidak dimaksudkan untuk menempatkan Islam sebagai ideologi alternatif di Indonesia, namun Islam yang dapat mengisi demokrasi dengan sejumlah prinsip universal, seperti persamaan, keadilan, musyawarah, kebebasan dan spirit rule of law. Karakter pemikiran politik demikian merupakan ciri pemikiran Kiri Islam, yang selalu gigih dan kritis mempromosikan pemikiran alternatif berbasis substantif Islam dengan mengedepankan persamaan, keadilan, kebebasan dan sikap egalitarian ke tengah-tengah masyarakat.
â€Indikasi yang demikian, secara jelas terekam di dalam seluruh tulisan-tulisannya. Dalam dataran praksis, Gus Dur selalu konsisten memperjuangkan masyarakat sipil melalui penegakan demokrasi dan liberalisme secara bersamaan sebagai wujud penghargaan atas citra kemanusiaan (humanisma) secara mendasar,†jelas pria kelahiran Bandung 17 Oktober 1969, suami dr Fetty Fathiyah, yang dinyatakan lulus sekaligus meraih gelar doktor bidang ilmu politik dari UGM. (Humas UGM)