MAGELANG – Maya Soetoro, Adik Presiden Barack Obama, meninjau alat deteksi longsor dan banjir lahar dingin buatan UGM yang dibangun di beberapa lokasi di sepanjang kali putih, kabupaten Magelang. Selain menengok alat early warning system ini, kunjungan setengah hari tersebut dimanfaatkan Maya menengok langsung kondisi Sabo dam di sepanjang kali putih dan berdialog langsung dengan warga korban merapi di dusun kemiren, Srumbung, Magelang. “Saya sangat tekesan, dari sisi kelembagaan sistem komunikasi yang dibangun antara universitas, masyarakat dan pemeritah, sudah berjalan dengan baik. Model seperti ini bisa diterapkan di daerah lain bahkan di Asia pasifik,” kata Maya kepada wartawan usai melihat kawasan kali putih Jumoyo, magelang, Rabu (12/6).
Maya Soetoro menuturkan para pakar di perguruan tinggi seharusnya banyak dilibatkan dalam penanganan mitigasi bencana sehingga dampak risiko bencana dapat dikurangi. Oleh karena itu, dia mengharapkan model kerjasama sinergis tiga pihak ini bisa berlanjut dan dikembangkan secara berkelanjutan. “Yang sepeti ini harus didukung dan dikembangkan,” ujarnya.
Didampingi beberapa Dosen Fakultas Teknik UGM diantaranya Ir. Faisal Fathani dan Prof. Dr. Dwikorita, adik Barack Obama tersebut mendapat penjelasan mengenai proses terjadinya bencana lahar dingin erupsi yang telah merusak rumah warga Desa Jumoyo. “Sekrang sudah dipasang kamera CCTV yang mendeteksi jika ada tanda ancaman bahaya lahar dingi. Tidak cukup itu saja, sukarelawan menggunakan radio komunikasi sederhana untuk berbagi informasi jika ada ancaman bahaya banjir lahar dingin datang,” katanya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, BPBD Magelang, Joko Sudibyo, mengatakan akibat bencana banjir lahar dingin tahun 2010 lalu menyebabkan sebagian warga kehilangan mata pencaharian karena ladang dan sawah mereka rusak dan terendam material lahar dingin. Selain mendatang bencana, imbuhnya, material lahar dingin juga mendatangkan manfaat ekonomi bagi korban merapi dengan adanya usaha penambangan pasir. “Bagi rumah dan sawah hilang mereka kehilangan sumber penghasilan, mereka dapat penghasilan dari penambangan pasir ini,” ujarnya.
Setelah tiga tahun pasca erupsi, material pasir dan batu semakin menipis dan mereka yang menjadi korban erupsi merapi yang dulunya tinggal di hunian sementara sekarang direlokasi di hunian tetap. Untuk menambah penghasilan mereka, pemerintah melakukan berbagai macam kegiatan pelatihan. “Mereka dilatih, ada yang buat produk home industri, ada juga masih menambang pasir dan ada juga sudah buka peternakan,” katanya.
Namun demikian, tidak semua korban merapi yang telah mendapatkan hunian tetap. Hanya 450 KK yang kini tinggal di hunian tetap hasil bantuan dari pemerintah. “Yang belum ada 300-an Kepala Keluarga. Rencananya dalam waktu dekat ada bantuan 59 rumah yang akan dibangun oleh lembaga internasional,” katanya.
Mendengar penjelasan perangkat desa dan berdialog dengan warga, Maya Soetoro menegaskan hasil kunjungannya di Magelang akan disampaikan kepada pemerintah Amerika Serikat. “Semua yang saya lihat di sini akan saya sampaikan semuanya kepada pemerintah Amerika,” kata Maya.
Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Prof. Dr. Dwikorita Karnawati menyatakan kunjungan Maya Soetoro ke daerah bekas lokasi bencana erupsi merapi diharapkan makin mempercepat realisasi kerjasama bidang sains dan teknologi terutama dalam pengembangan teknologi penanggulangan bencana. “Antar pemimpin Negara telah menandatangani kerjasama bidang sains dan teknologi namun realisasinya belum optimal. Kehadiran Maya Soetoro diharapkan kerjasama yang lebih kongkrit segera telaksana,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)