Mempertahankan produktivitas Tebu menjadi permasalahan yang dihadapi banyak petani selama ini. Banyak tanaman Tebu di berbagai daerah diserang hama uret. Atas keprihatinan tersebut, Tim Peneliti Fakultas Pertanian UGM, yang terdiri dari Tri Harjaka, S.P., M.P., Prof. Dr. Ir. Edhi Martono, M.Sc, Dr. Ir. Witjaksono, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto berhasil mengembangkan Jamur Patogen Serangga (Metarhizium anisopliae) untuk mengatasi hama uret pada tanaman Tebu.
Tri Harjaka, salah satu Tim Peneliti menjelaskan hasil percobaan pemakaian Jamur Metarhizium anisopliae untuk tanam Tebu pada Juni 2012 dan saat panen Juni 2013 memperlihatkan jamur tersebut mampu melindungi tanaman Tebu dari serangan uret hama perusak akar. Bahkan dengan penggunaan jamur tersebut dapat meningkatkan hasil panen mencapai lebih dari 300 persen. “Jika sebelumnya paling mencapai 33 ton per hektar, maka kini bisa menghasilkan tebu 135 ton per hektar,” ujar Tri Harjaka.
Ditemui saat panen Tebu di Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Rabu (19/6), Tri Harjaka mengungkapkan pengembangan jamur Metarhizium anisopliae berawal dari permasalahan hama uret yang menyerang lingkungan kampus UGM pada tahun 2008. Dai hasil identifikasi yang dilakukan hama uret yang menyerang kampus UGM sama dengan jenis hama uret yang merusak akar Tebu di Kabupaten Sleman, DIY dan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. “Kita melihat kekeringan rumput di halaman Kantor Pusat UGM, dan segera melakukan kemungkinan eksplorasi terhadap musuh alami yang potensial,” ungkapnya.
Dengan penggunaan Jamur Metarhizium anisopliae, kata dia, banyak keuntungan diperoleh petani Tebu, terutama untuk budidaya Tebu di wilayah Sleman dan Purworejo yang selama ini tidak pernah bisa menggunakan sistim ratoon akibat serangan uret pada perakaran dan pangkal batang. Dimana setiap kali musim tanam tebu, mereka harus mengolah tanah kembali, mengganti bibit baru dan memerlukan banyak tenaga kerja. “Untuk sekali tanam saja bisa menghabiskan biaya tidak kurang 8 juta per hektar. Dengan keberhasilan ini maka sistim ratoon tentu dapat dijalankan paling tidak empat tahun, sehingga bisa menghemat biaya pengolahan tanah, bibit dan tenaga tanam selama tiga tahun berturutan,” kata Tri Harjaka.
Ditambahkan Tri Harjaka, hal penting terkait dengan penggunaan jamur patogen serangga sebagai pengendali, Jamur Metarhizium anisopliae merupakan musuh alami hama yang mengendalikan hama secara hayati. Jamur ini tidak beracun (ramah lingkungan) tetapi harus bersabar menunggu hasil pengendalian. “Butuh waktu lebih dari dua bulan untuk mengetahui efektifitasnya, pada tanaman Tebu hasil pengendalian tersebut baru terlihat setelah enam bulan,” tambahnya.
Melihat hasil panen Tebu, Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Jamhari, SP., MP mengaku gembira. Sebab lahan tebu yang selama ini hanya menghasilkan maksimal 60 ton per hektar, kini mampu menghasilkan 135 ton per hektar.
Ia berharap pengembangan jamur Metarhizium anisopliae dapat diaplikasikan di daerah lain. Sebab, banyak petani tebu di daerah Jawa timur memiliki permasalahan yang sama. “Ini menjadi bukti tridharma perguruan tinggi, penelitian dan pengabdian pada masyarakat berjalan seiring, sekaligus kita membangun sinergi kerjasama antara akademi UGM, pemerintah oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan bisnis dari PG. Madukismo,” kata Dekan.
Hal sama dirasakan Gito Sudarmo, selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Cabang Sleman. Kehadiran Jamur Metarhizium anisopliae sangat membantu petani tebu yang selama ini didera permasalahan hama uret.
Gito mengaku hampir selama 30 tahun belum pernah merasakan hasil panenan Tebu sebaik saat ini. Paling-paling panen Tebu terbaik yang pernah ia peroleh mencapai 70 ton per hektar.
Gito pun mengaku penggunaan Jamur Metarhizium anisopliae cukup mudah. Jamur dalam bentuk serbuk dicampur pupuk kandang lalu ditebarkan pada lahan Tebu. “Saya melihat hasil yang luar biasa. Sekarang ini saya menghemat biaya, sekali tebar untuk satu hektar, saya hanya butuh 20 kilo jamur dan 2 ton pupuk kandang dengan ongkos sekitar 1,4 juta,” katanya. (Humas UGM/ Agung)