Yogyakarta layak menjadi model kota perdamaian di Indonesia. Yogyakarta merupakan simbol koeksistensi dan toleransi hidup antaragama dan pemeluknya. Kota tua ini terus mencipta banyak konstruksi, yang mewujud dalam struktur harmoni, antara yang modern dengan yang tradisional, antara yang etnis dan Indonesia, antara global dan lokal, bahkan antara Islam dan non-Islam.
Di kawasan Kotabaru, terdapat bangunan Masjid Syuhada, Gereja Kristen HKBP, dan Gereja Katolik yang saling berdekatan. Bahkan sejak masa silam sudah disimbolkan oleh keberadaan Candi Prambanan yang Hindu berdampingan Candi Sewu yang Budha, membayangkan suasana kehidupan beragama yang penuh toleransi.
“Karena itu, oleh para pemuka lintas agama dunia, Yogyakarta dianggap layak menyandang atribut “City of Tolerance”,”papar Sekjen Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Thimotius Aprianto di sela-sela persiapan Sarasehan Kebangsaan Indonesia di R. Fortakgama UGM, Kamis (20/6).
Pada kesempatan tersebut Thimotius didampingi oleh Dr. Arqom Kuswanjono (Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, Kerjasama dan Alumni Fakultas Filsafat UGM) serta Dr. Didit Hadi Barianto, M.Si (Sekretaris panitia sarasehan).
Thimotius menilai beberapa faktor yang mendukung Yogyakarta layak disebut City of Tolerance dan menjadi model kota perdamaian di Indonesia, yaitu adanya figur Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan HB X, peran tokoh-tokoh agama/masyarakat, akademisi, serta masyarakat sipil.
Diakui Thimotius merawat kebhinnekaan Indonesia merupakan salah satu tantangan utama pada era Reformasi. Kemajemukan di Indonesia terancam oleh masih terus berlangsungnya diskriminasi dan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia setelah lima belas tahun reformasi bergulir.
“Sudah banyak dilansir terjadinya surplus kekerasan berlatar-belakang keagamaan dan keyakinan di Indonesia,”imbuhnya.
Senada dengan itu Arqom Kuswanjono berpendapat bahwa masyarakat Yogyakarta sejauh ini lebih mengedepankan pendekatan akademis daripada non akademis ketika menghadapi persoalan yang terkait toleransi kehidupan beragama.UGM sebagai kampus rakyat mempunyai komitmen kuat dalam rangka mengokohkan pondasi bangsa dan negara yaitu Pancasila.
“Maka belajarlah dari Yogya,”tutur Arqom.
Sarasehan yang akan dilaksanakan di UC UGM, Sabtu, 22 Juni 2013 ini mengangkat tema Membangun Keberadaban Indonesia Dalam Kebhinekaan Aliran Keagamaan dan Kepercayaan Sunni-Syiah-Ahmadiyah-Kristen-Katholik-Budha-Hindu-Konghuchu-Aliran Kepercayaan akan dihadiri lebih dari 25 tokoh agama dan kepercayaan (Humas UGM/Satria AN)