Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengajak masyarakat untuk selalu menjaga keberagaman, pluralitas dan multikulturalisme. Menjaga kemajemukan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan sejak dini sangat penting untuk menjaga stabilitas bangsa dan negara. Sri Sultan memberikan contoh keberagaman yang bisa tumbuh dan berkembang di DIY secara dinamis.
“Sikap terbuka ini penting untuk demokratisasi kelembagaan maupun kemasyarakatan,”tegas Sri Sultan melalui Sekda DIY, Drs. Ichsanuri pada Dialog Kebangsaan Membangun Keberadaban Indonesia Dalam Kebhinekaan Aliran Keagamaan dan Kepercayaan di UC UGM, Sabtu (22/6).
Selain kebhinekaan dapat tumbuh dan berkembang secara dinamis, sikap terbuka ini sekaligus akan mampu mengantisipasi munculnya konflik di masyarakat. Untuk itu Sri Sultan berharap agar masyarakat tidak lengah dan selalu menanamkan nilai-nilai kebangsaan itu di tengah perubahan jaman.
“Sikapi perbedaan dengan bijak dan waspadai hal-hal yang bisa menciptakan disintegrasi,”katanya.
Senada dengan itu Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset UGM, Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE. mengakui bahwa keberagaman khususnya budaya bisa hidup dan terjaga di DIY. UGM sebagai universitas nasional berkomitmen untuk ikut menjaga keberagaman ini sebagai sebuah kekuatan bersama dan bukan sebagai kelemahan.
“DIY yang beragam etnik dan budaya harus selalu dijaga. Jangan sampai menjadi bangsa yang ‘sakit’ karena akan sulit bagi kita untuk menjaga keberagaman tersebut,”tutur Budi.
Sementara itu dalam Dialog Kebangsaan itu Haryana Soeroer dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia menilai bangsa Indonesia saat ini rindu kondisi dan suasana politik yang berkeadaban dengan suasana damai. Ia juga berharap agar pimpinan negara maupun pimpinan lembaga strategis negara di tingkat nasional dan daerah mampu menciptakan rasa kedamaian itu.
“Memimpin dalam tingkat apa pun harus dilandasi dengan sikap moral yang tinggi. Dengan begitu kepercayaan dari yang dipimpin akan tumbuh dengan baik,”kata Haryana.
Ida Bagus Agung dari Agama Hindu melihat tindak kekerasan antar komponen anak bangsa baik dalam bentuk perilaku maupun ucapan di masyarakat kuantitas dan kualitasnya semakin mengkhawatirkan. Konflik kekerasan yang menelan korban jiwa dan harta, termasuk tempat peribadatan eskalasinya menjadi cepat membesar dan sulit diselesaikan karena mengandung unsur SARA di dalamnya.
“Tindak kekerasan dalam bentuk apapun telah melanggar ajaran agama, menodai prinsip kemanusiaan, merusak kerukunan dan melemahkan persatuan,”kata Ida.
Dialog kebangsaan kerjasama Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) DIY dan Fakultas Filsafat UGM ini dihadiri lebih dari 25 tokoh agama dan kepercayaan. Hasil dialog akan dibukukan dalam sebuah Buku Sarasehan Kebangsaan yang berisi pandangan konstruktif dari aliran keagamaan terhadap persoalan toleransi dan kerjasama membangun peradaban manusia yang tercerahkan (Humas UGM/Satria AN)