Penerapan kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia dinilai sebagai perubahan yang radikal (radical change) bukan sebagai perubahan yang gradual (gradual change). Kebijakan desentralisasi tersebut menganut prinsip pendanaan mengikuti fungsi (money follows function), yaitu penyerahan fungsi pokok pelayanan publik ke daerah-daerah yang diikuti dengan dukungan pendanaan, berupa penyerahan sumber-sumber penerimaan daerah dan alokasi dana transfer. Menurut Ir. Sunoto, M.Si, Kepala KPP Pratama Sleman-Kanwil DJP DIY, dari sisi anggaran negara, konsekuensi langsung dari desentralisasi fiskal di Indonesia sangat jelas, bahwa jumlah anggaran yang dikelola pusat berkurang karena harus ditransfer ke daerah. Meskipun di sisi yang lain, efek positif dari dana tranfer masih dipertanyakan, paling tidak dalam jangka pendek.
“Literatur federalisme fiskal (fiscal federalism) telah menjelaskan alasan mengapa penelitian empiris mengenai pengaruh desentralisasi dianggap lebih superior dibanding sentralisasi. Kenyataannya hasil penelitian empiris mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perekonomian sejauh ini masih ambigu (mixed) atau tidak selalu mendukung hipotesis,” ujarnya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Senin (24/6), saat menempuh ujian terbuka Program doktor.
Mempertahankan desertasi “Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia: 2001-2008, Sunoto berharap penelitiannya bisa memberikan konfirmasi mengenai pengaruh fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, efisiensi belanja publik, kapasitas kelembagaan, dan kemandirian anggaran kabupaten/kota, serta pengaruh desentralisasi sektor kesehatan dan sektor pendidikan terhadap IPM kabupaten/kota. Selain itu, menjadi bahan masukan bagi pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia.
Menggunakan data panel 188 kabupaten dan 67 kota dengan rentang waktu 2001-2008 dan alat analisis regresi panel dinamis dengan robust standar errors, hasil penelitian Sunoto menyimpulkan nisbah DAU riil/APBD riil terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi kabupaten dan kota dan nisbah DAU riil/APBD riil terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap efisiensi belanja publik riil kabupaten dan kota.
Iapun menyimpulkan nisbah DAU riil/APBD riil terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap kapasitas kelembagaan kabupaten dan kota (tingkat penyerapan APBD dan nisbah PAD riil/APBD riil terbukti berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota, meskipun pengaruh tersebut secara statistik tidak signifikan.
“Desentralisasi sektor kesehatan, pendidikan dan pendapatan perkapita masyarakat terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap IPM kabupaten dan kota. Nisbah DAU riil/ APBD riil tahun sebelumnya dan pendapatan perkapita masyarakat terbukti berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nisbah PAD riil/APBD riil,” paparnya. (Humas UGM/ Agung)